TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri mengklaim intersepsi pesawat TNI Angkatan Udara terhadap pesawat asing yang membawa Deputi Perdana Menteri Papua Nugini Hon. Belden Namah tak melanggar aturan.
“Langkah yang dilakukan Indonesia, dalam hal ini TNI AU untuk intersepsi, sesuai prosedur,” kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam siaran persnya semalam, 6 Januari 2012.
Marty mengatakan negara lain pun menggunakan mekanisme intersepsi yang sama jika menghadapi peristiwa serupa. Intersepsi dilakukan karena ada perbedaan data antara flight clearance yang dimiliki Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) dan hasil tangkapan radar bandara maupun radar Kohanudnas.
Pesawat TNI AU disebut melakukan intersepsi terhadap pesawat asing yang membawa pejabat Papua Nugini melintasi wilayah negara RI pada 29 November 2011. Intersepsi dilakukan dengan melakukan identifikasi elektronik dengan radar dan identifikasi visual sesuai prosedur standar.
Marty mengklaim intersepsi yang dilakukan pesawat TNI AU tidak sampai mengganggu pesawat pejabat Papua Nugini. “Intersepsi itu tidak pernah membahayakan pesawat lain,” kata dia.
Seperti dikutip RadioAustraliaNews.net.au, Jumat, 6 Januari 2012, pemerintahan Perdana Menteri Papua Nugini Peter O’Neil mengancam mengusir Duta Besar Indonesia untuk Papua Nugini akibat kejadian yang terjadi pada November lalu. Wakil Perdana Menteri Papua Nugini Belden Namah menganggap intersepsi tersebut sebagai tindakan agresi dan intimidasi.
“Kami sangat marah. Saya meminta sebuah penjelasan. Jika saya tidak mendapat penjelasan dalam waktu 48 jam, semua hubungan diplomatik antara Indonesia dan Papua Nugini akan memburuk,” ujar Namah.
ISMA SAVITRI | TSE
Berita Terkait
Pesawat Papua Nugini Tak Berizin Terbang
Jika Papua Nugini Tak Terima, Pemerintah Diminta Putuskan Hubungan Diplomatik
Cegat Pesawat Papua Nugini, Indonesia Tak Perlu Minta Maaf
Sikap Berang Papua Nugini Dipertanyakan
Pencegatan Pesawat Pernah Terjadi di Makassar dan Bawean