TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Berry Nahdian Forqan menyatakan sependapat dengan hasil otopsi tim dokter terhadap dua korban tewas insiden Bima. Walhi yakin polisi menembak korban dengan peluru tajam.
"Memang mereka ditembak dengan peluru tajam," ujar Berry saat dihubungi Tempo, Minggu, 1 Januari 2012. Ia juga membantah pernyataan Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Brigjen Arif Wachyudin yang menyatakan korban tak tewas oleh peluru tajam.
"Hasil forensik terakhir lebih membuktikan sebab kematian korban," ujar Berry. Pihak Rumah Sakit Umum Bima yang diwakili Dr Sucipto mengatakan, dua korban, Arif Rahman dan Saiful, tewas karena peluru tajam. Dokter menemukan luka keduanya tembus dan hanya menemukan serpihan kecil di tubuh korban.
Selain menewaskan dua orang, polisi juga menembak beberapa orang lain dengan peluru tajam. Awaludin dan Syabudin terkena tembakan di lutut. Luka mereka, menurut Sucipto, tembus dari bagian depan ke bagian belakang. “Kalau peluru karet tidak mungkin sampai tembus tulang, bahkan dari jarak dekat pun,” ujar Sucipto.
Arif Wachyudin yang membantah penggunaan peluru tajam oleh anak buahnya itu mengatakan pihak kepolisian akan menyelidiki tuduhan tersebut. "Masih didalami oleh tim puslabfor," ujarnya. Arif berkukuh bahwa pasukannya hanya dibekali peluru karet saat insiden.
M. ANDI PERDANA