TEMPO Interaktif, Jakarta -Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Abdul Hafidz Anshari, menyatakan Aryo (sopir Andi Nurpati) telah meminta maaf kepada dirinya ihwal lokasi diterimanya surat jawaban asli Mahkamah Konstitusi (MK) atas putusan nomor 112/PAN MK/2009 tertanggal 17 Agustus 2009.
Menurut Hafidz, pertama kali Aryo bilang bahwa surat asli itu diterimanya di KPU. Namun Aryo meralat perkataannya kepada Hafidz. "Belakangan ketika kasus ini mencuat, baru dia (Aryo) minta maaf kepada saya karena dia keliru. Yang benar surat asli itu diterimanya di JakTV, bukan di KPU," ujar Hafidz usai menjadi saksi dalam persidangan atas terdakwa Mashuri Hasan (staf Andi Nurpati), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 3 November 2011.
Surat asli itu kemudian diberikan Aryo kepada atasannya, Andi Nurpati, yang ketika itu menjabat sebagai salah seorang komisioner di KPU. Surat asli itu kemudian disimpan di sekretariat milik Andi Nurpati. Penyimpanan surat itu dianggap sebagai cara yang tidak lazim.
"Setiap surat yang diterima komisioner seharusnya diserahkan ke Sekretariat Jenderal terlebih dahulu untuk diproses. Nanti setelah sampai ke saya, saya disposisi lagi, saya kembalikan lagi," ujar Hafidz.
Masalah diterimanya surat di Jak TV, menurut Hafidz hal itu masih dapat dimaklumi karena sebuah surat sebenarnya dapat diterima di mana saja. "Tapi surat itu prosesnya masuk ke Sekretariat Jenderal dulu," ucapnya.
Adapun kasus surat palsu yang melibatkan Andi Nurpati mencuat lantaran KPU menetapkan kursi untuk calon legislatif Partai Hanura, Dewi Yasin Limpo. Padahal, sengketa pemilihan umum legislatif di daerah pemilihan Sulawesi Selatan itu sebelumnya ditangani MK, yang menetapkan caleg Partai Gerindra, Mestariani Habi, yang berhak atas kursi di DPR. Tim investigasi internal MK yang mengusut kasus itu menyimpulkan adanya konspirasi antara sejumlah staf MK dan komisioner KPU, Andi Nurpati.
Kasus ini berawal dari persiapan sidang pleno KPU untuk penentuan alokasi kursi yang dilaksanakan pada tanggal 21 Agustus 2009. Anggota KPU saat itu, Bambang Eka Cahya, menemukan perbedaan pada surat keputusan MK yang dia miliki dengan surat yang dimiliki Andi Nurpati. Bambang menyadari perbedaan itu saat Andi Nurpati membacakan surat yang dia miliki.
Bambang memegang Surat Keputusan MK nomor 84/phpu.c/VII/2009 yang menyatakan Dapil Sulawesi Selatan I, Kabupaten Gowa 13.012 suara, Kabupaten Takalar 5.443 suara dan Kabupaten Jeneponto 4.206 suara. Sementara Andi Nurpati memegang surat dengan nomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009.
PRIHANDOKO