TEMPO Interaktif, Jakarta - Andreas Harsono, aktivis Human Right Watch sudah dibebaskan dari tahanan Kepolisian Resor Sampang, Madura, sejak Senin, 19 September 2011 lalu. Namun tidak demikian dengan Tirana Hassan, peneliti asal Australia yang menjadi teman Andreas. Dia masih ditahan di kantor Imigrasi Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur.
”Saya dibebaskan Senin, tapi sekarang saya sedang menemani Tirana diinterogasi di kantor Imigrasi,” kata Andreas Harsono kepada Tempo, Rabu, 21 September 2011. Dua aktivis ini ditangkap petugas Polres Sampang pada Senin.
Penangkapan berlangsung di Dusun Nangkernang, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang. Peneliti dari LSM internasional yang berkedudukan di New York, Amerika Serikat, itu sedang menelisik keberadaan minoritas Syiah di Indonesia. Aktivitas mereka terkait dengan keprihatinan internasional terhadap diskriminasi dan perilaku intoleran yang ditunjukkan oleh sekelompok orang di wilayah tersebut.
Menurut informasi dari Human Right Watch yang diterima Tempo kemarin, kedua orang tersebut dikabarkan sedang mewawancarai pengikut Syiah di dusun setempat. Sekelompok massa yang selama ini tidak menginginkan adanya pengikut Syiah di tempat itu dan telah lama mengisolasi dusun tersebut berusaha mengintimidasi dengan memblokade akses jalan menuju dusun.
Selama di kantor Kepolisian Resor Sampang, Andreas dan Tirana menjalani pemeriksaan selama sembilan jam. Karena tidak ada bukti tindak pidana yang dilakukan keduanya, akhirnya mereka diserahkan kepada pihak Imigrasi Surabaya. Penyerahan itu dikarenakan salah seorang peneliti, Tirana Hassan, berkewarganegaraan Australia, di mana paspornya ditinggalkan di tempat penginapan.
Pagi hari tadi pemeriksaan keduanya dilanjutkan. Upaya deportasi akan dilakukan terhadap Tirana Hassan dengan tuduhan tidak memiliki izin untuk riset. Selain itu, tidak ada pemberitahuan kepada Pemerintah Indonesia. ”Paspor Terina masih ditahan pihak kantor. Saya belum tahu sampai kapan interogasi selesai,” kata Andreas.
MUHAMMAD TAUFIK