TEMPO Interaktif, Jakarta - Sejarawan Rusdhy Hoesein menuturkan pemicu serangan Belanda ke Rawagede 64 tahun lalu adalah seorang intel. Intel tersebut adalah anak seorang polisi yang pernah ditangkap gerombolan pengacau di Rawagede lalu dilepaskan. "Tidak jelas namanya, tapi dia memberi tahu bahwa di Rawagede ada gerombolan pengacau," kata Rushdy ketika dihubungi pada Kamis 15 September 2011.
Atas laporan intel dan juga gangguan keamanan pasca-Agresi Militer I 21 Juli-5 Agustus 1947, Belanda memutuskan menumpas gerombolan tersebut. Usai Agresi, Indonesia-Belanda mengalami masa gencatan senjata hingga penandatanganan Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948.
Saat itu sejumlah Tentara Nasional Indonesia dari pasukan Siliwangi terpaksa hijrah sebagai bagian dari kesepakatan Perjanjian Renville. Perjanjian tersebut menyatakan Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Indonesia.
Dalam masa-masa genjatan senjata ternyata masih banyak sempalan yang tidak menerima kesepakatan dua negara. "Mereka itu kayak teroris, merampok pedagang Cina, mengambil rel kereta, mencuri kabel listrik," kata Rushdy.
Nah, di Rawagede pun gerombolan ini beraksi. Belanda merasa gusar, sehingga dikirimlah sekitar 90 pasukan Belanda asli bukan KNIL (tentara Belanda dari penduduk Indonesia). Mereka datang pada 9 Desember 1947 pagi yang kala itu diwarnai hujan. Hujan yang mengguyur ternyata menyebabkan gangguan sinyal pada alat komunikasi pasukan Belanda yang dipimpin oleh Alphons Wijnen.
Akibat macetnya sinyal, Rushdy menjelaskan, Belanda menjadi panik dan takut. "Jadi mereka melakuan tindakan agresif," tutur dia. Pasukan Belanda mendatangi tiap rumah penduduk dan mengumpulkan warga di tanah lapang. Tercatat 431 orang meninggal dunia. Namun menurut Nota Ekses dari Belanda jumlah korban 150 orang.
"Mayor Wijnen menuturkan orang yang ditangkap itu bukan petani karena tangannya halus," tutur Rushdy. Tapi jatuhnya korban hingga ratusan orang dalam masa genjatan senjata telah membuat gerah Johannes Leimena, salah seorang anggota perwakilan perjanjian Renville. Leimena, menurut Rushdy, membuat surat protes atas kejadian Rawagede.
Karena ternyata di antara ratusan korban, yang benar-benar pengacau hanya empat orang. "Empat orang itu ditembak langsung oleh Wijnen," ujar Rushdy. Kini korban Rawagede bisa bernapas sedikit lega. Hakim di pengadilan Belanda memerintahkan Pemerintah Belanda membayar kompensasi terhadap para janda tersebut dengan segera. Mengenai aturan soal pembayaran kompensasi kepada para janda tersebut, kata hakim, didasarkan pada undang-undang yang berlaku di Belanda.
DIANING SARI