TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutanto meminta semua pihak tidak salah mengartikan kewenangan penangkapan yang diberikan kepada BIN dalam Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Intelijen.
Menurutnya penangkapan oleh BIN hanya dilakukan dalam situasi khusus. Dalam keadaan darurat tentu harus berbuat. Jangan sampai untuk kepentingan lebih besar, lepas gara-gara terlalu ketat tadi," kata dia usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR, Jakarta, Kamis 19 mei 2011.
Menurut Sutanto, sebenarnya dalam bekerja BIN lebih memilih menyerahkan info langsung ke aparat penegak hukum khususnya pihak kepolisian. Namun untuk situasi darurat, BIN akan bergerak. Parameter darurat disini harus jelas. Secara definisi misalnya tindakan itu bisa menimbulkan ancaman besar, korban jiwa besar, dan dalam waktu singkat. "Dan aparat tidak sempat untuk menangani lebih dulu, bisa ada kesempatan untuk melarikan diri. Darurat itu, contohnya orang bawa bom, menuju suatu tempat, ngasih tahu polisi dulu bisa telat," ujarnya.
"Sekarang pilih mana orangnya sudah bawa bom, mau ke mall, milih terjadi bom atau BIN-nya kasih kewenangan darurat menangkap? Pilih mana?" ujarnya. Setelah menangkap pelaku, BIN akan menyerahkan ke pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti agar kerahasiaan pihak intelijen yang bekerja tetap terjaga.
Mantan kepala Polri ini juga menjanjikan, penangkapan yang dilakukan oleh BIN tentu saja berdasarkan bukti-bukti yang kuat. "Makanya dengan undang-undang ini kita cegah salah tangkap. Coba, (institusi) mana yang kena sanksi (jika melanggar). Hanya BIN saja yang punya sanksi ini,"ujarnya.
"Tolong dijelaskan (ke pihak-pihak yang mengkritisi), kesannya di luar seolah-olah BIN ingin menangkap, tidak. Kekhawatiran saja itu, yang penting kita kuat menggali info," kata dia.
MUNAWWAROH