TEMPO Interaktif, Pamekasan - Hotel dan Resort Potre Koneng yang terletak di Desa Ambat, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, akhirnya dijual oleh pemiliknya setelah disegel puluhan kiai dari Forum Musyawarah Ulama Pamekasan beberapa waktu lalu.
Di depan pintu gerbang hotel yang belum rampung dibangun itu, terdapat tulisan "dijual" warna merah. Hotel tersebut adalah hotel terbesar di Pulau Madura.
Selain karena belum mengantongi izin, penyegelan dilakukan karena keberadaan hotel tersebut disinyalir akan menjadi tempat maksiat. Bupati Pamekasan Kholilurrahman mendukung penyegelan tersebut.
Ketua Komisi Perekonomian DPRD Pamekasan, Hosnan Ahmadi, menilai penjualan hotel tersebut akan berdampak buruk pada iklim investasi di Pamekasan ke depan.
Menurut Hosnan, peristiwa penyegelan yang berujung pada penjualan oleh pemiliknya tersebut bisa menimbulkan ketakutan di kalangan investor.
Para investor akan menilai Kabupaten Pamekasan tidak kondusif untuk berinvestasi.
"Mestinya bisa dicari jalan tengah. Misalnya karena dibangun tanpa izin dikenai denda berlipat," katanya, Senin, 9 Mei 2011.
Ihwal rawan menjadi tempat maksiat, menurut politisi PAN itu, bisa dicarikan solusi kondusif. Contohnya dengan mengeluarkan peraturan daerah tentang hotel bernuansa syariah.
"Dalam perda diatur bahwa hotel di Pamekasan harus berkonsep syar'i. Jika tidak bisa mematuhinya, silahkan bangun hotel di tempat lain," paparnya.
Pemilik hotel tersebut, Pang Budianto, belum dapat dikonfrimasi alasan penjualan hotel yang baru rampung 80 persen tersebut.
Sementara itu, Bupati Pamekasan, Kholilurrahman tampak tidak risau akan kehilangan investasi. Bupati mengatakan, penyegelan yang dilakukan para kiai cukup beralasan. Pihaknya bahkan sudah memberikan solusi, yaitu agar investor melengkapi dahulu seluruh perizinan, baru melanjutkan pembangunan hotel.
"Tapi solusi kami ini tidak diindahkan. Pembangunan jalan terus tanpa izin. Investor yang baik harus taat hukum," ucapnya.
MUSTHOFA BISRI.