Menurut Amari, selama ini tak terlalu banyak hambatan dalam menangani korupsi di institusinya. Tapi, satu hal yang mengusiknya adalah minimnya biaya penanganan perkara yang dianggarkan ke bagiannya. Alhasil, proses penanganan korupsi agak berat. "Padahal, biaya penanganan perkara itu banyak yang tak terduga," kata mantan Jaksa Agung Muda Intelijen ini. Namun, Amari enggan mengungkapkan berapa biaya yang dibutuhkan untuk menangani sebuah kasus.
Dia membandingkan kondisi di Pidsus dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di institusi pimpinan Busyro Muqoddas itu, kata Amari, terdapat additional cost atau anggaran untuk biaya tak terduga dalam penanganan kasus. "Di Kejaksaan Agung ini belum ada, paket yang ada sekarang belum mencukupi," kata dia.
Dalam penanganan perkara, sering terjadi pembengkakan anggaran tak terduga. Melarnya anggaran itu disebabkan ada tambahan biaya pemanggilan saksi, pelacakan, hingga penangkapan tersangka.
Amari berharap Pidsus yang kini dipimpin oleh Andhi Nirwanto diharapkan mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Perhatian lebih itu bisa berupa pengadaan additional cost seperti yang terdapat di KPK. "Kalau bisa kayak KPK itu, jadi biaya perkara bergantung pada kasusnya, tak bisa diklopkan sekian, karena biaya itu bisa kurang bisa lebih," kata dia.
Amari juga mengeluh soal biaya penanganan perkara korupsi bulan November dan Desember 2010 yang belum dibayar bagian Biro Keuangan. Dia tak tahu, mengapa sampai saat ini anggaran dua bulan itu belum juga cair. "Anak-anak (jaksa Pidsus) jadi kelimpungan," kata dia.
ISMA SAVITRI