TEMPO Interaktif, KEDIRI - Warga Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, menuntut pemerintah memperlakukan Tan Malaka selayaknya Pahlawan Nasional. Warga juga menyesalkan sikap Komandan Kodim 0809 Kediri yang menganggap Tan Malaka sebagai tokoh komunis.
Kepala Desa Selopanggung Muhammad Zuhri mengatakan, sikap Komandan Kodim Letnan Kolonel Infanteri Bambang Sudarmanto yang melarang KSTV menyiarkan Opera Tan Malaka sama sekali tidak beralasan. “Itu pikiran sempit,” kata Zuhri kepada Tempo di rumahnya, Rabu (12/1).Tan Malaka bagi masyarakat memiliki arti yang sangat penting. Selain gelar pahlawan nasional yang disematkan pemerintah kepadanya, sosok Tan Malaka dianggap sesepuh desa. Makamnya yang berada di kompleks pemakaman desa di lereng Gunung Wilis bahkan telah menjadi ikon desa dan dipelihara dengan baik.
Meski dikenal memiliki pandangan sosialis, warga setempat tak ada yang menudingnya sebagai tokoh komunis. Bahkan masyarakat di sekitar makam sangat tersinggung jika ada yang mengkaitkan tokoh tersebut dengan pemberontakan PKI. “Kami sangat menghormati almarhum,” ujar Zuhri.
Sebagai bentuk penghormatan, warga rela menyediakan sebagian tanahnya untuk relokasi makam Tan Malaka. Mereka menghendaki makam tersebut dipindah ke tempat yang lebih tinggi seperti makam auliya.
Saat ini jasad Tan Malaka masih tersimpan di makam desa yang jauh dari jalan raya. Makam tersebut teronggok di lereng yang curam dengan kedalaman hingga 12 meter.
Pemerintah Desa Selopanggung sudah memasukkan rencana pemugaran makam dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2011. Rencananya makam itu akan dijadikan kawasan wisata sejarah seperti halnya makam pahlawan nasional lainnya.
Namun upaya tersebut masih terganjal sikap pemerintah daerah yang belum tergerak melakukan relokasi.
Saat ini pemerintah memilih menunggu kepastian uji DNA sebelum melakukan upaya pembangunan. “Kalau sudah positif pasti kita bangun,” kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkab Kediri Edy Purwanto. HARI TRI WASONO.