TEMPO Interaktif, Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyatakan, alasan mahalnya ongkos politik penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung, tak serta merta dapat menjustifikasi pemilihan gubernur oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
"Belum ada penelitian ilmiah yang bisa memastikan bahwa biaya pemilihan gubernur oleh DPRD jauh lebih efisien daripada pemilukada langsung," kata Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini melalui siaran persnya, Selasa 14 Desember 2010.
Menurut dia, wacana tersebut jelas mengingkari semangat dan tujuan besar proses demokratisasi di Indonesia. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa ongkos politik “tidak resmi” untuk “membeli perahu” partai di DPRD, jauh lebih sedikit ketimbang penyelenggaraan pemilihan langsung oleh rakyat. Karena itu, kata Titi, sebenarnya yang diperlukan untuk mengatasi besarnya ongkos pilkada adalah dengan secepatnya memperbaiki aturan proses penyelenggaraan pilkada yang saat ini sudah tak layak.
"Pemerintah sebaiknya fokus pada perbaikan aturan yang bisa menekan maraknya politik uang, jual beli ‘perahu politik dan suara pemilih, serta penegakan hukum dan sanksi yang tegas atas pelanggaran yang terjadi," kata dia. "Aturan dana kampanye yang saat ini ada juga sangat tidak bergigi untuk menjerat penyalahgunaan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye."
Aturan yang ada saat inilah yang telah memfasilitasi terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang berujung pada politik biaya tinggi penyelenggaraan pemilukada. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pelanggaran yang bersifat sistematis, massif dan terstruktur yang diputuskan di Mahkamah Konstitusi.
MUNAWWAROH