Salah seorang broker yang menolak disebut identitasnya mengaku kegiatannya untuk mendapatkan fee dari perusahaan yang akan menampung dan memberangkatkan calon TKI. “Kalau dapat satu calon TKI, saya mendapatkan bayaran Rp 3 juta,” katanya kepada TEMPO, Jum’at (26/11).
Dia mengaku mendatangi berbagai kawasan di Kota Kupang untuk mendapatkan calon TKI. Mereka yang bersedia menjadi TKI, lebih banyak di kawasan yang agak terpencil di sejumlah kelurahan di Kota Kupang.
Broker tersebut enggan menyebutkan kawasan yang biasa menjadi sasarannya. Dia juga menolak menyebutkan identitas perusahaan yang bersedia menampung calon TKI yang didapatkannya. ”Yang penting hasilnya cukup menjanjikannya,” paparnya.
Maraknya kegiatan para broker tersebut membuat Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Kupang, meminta Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar segera mencabut moratorium tersebut.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Kupang Bernadus Benu menjelaskan, sejak diberlakukannya moratorium Juni 2009, telah menimbulkan dampak buruk dalam penanganan masalah ketenagakerjaan di daerah tersebut. “Selain tidak bisa menyalurkan tenaga kerja, ada beberapa PJTKI di daerah kami yang terancam bangkrut,” katanya, Jum’at (26/11).
Ketua Komisi C DPRD Kota Kupang Nikolaus Fransiskus mengemukakan hal yang sama. Bahkan akibat moratorium tersebut, pengiriman TKI secara ilegal semakin marak. “Sudah banyak TKI asal NTT yang menjadi korban kekerasan karena menggunakan jalur ilegal ke Malaysia," ujarnya.
Bernadus Benu maupun Nikolaus Fransiskus juga sama-sama mengatakan, maraknya aktivitas broker mendorong semakin meningkatnya kegiatan pengiriman TKI secara ilegal. "Itu sebabnya kami minta agar Menakertrans mencabut moratorium tersebut," ucap Bernadus Benu.
Nikolaus Fransiskus mengatakan, moratorium yang bertujuan menekan pemerintah Malaysia justeru merugikan pemerintah Indonesia akibat ketidakjelasan sampai kapan moratorium itu diberlakukan. YOHANES SEO.