TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi I DPR meminta Panglima TNI Jenderal Joko Santoso atau Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro segera mencabut telegram dari KSAD tertanggal 9 Agustus 2010. Telegram itu meminta seluruh purnawirawan segera meninggalkan rumah dinas dalam waktu enam bulan.
Wakil Ketua Komisi Pertahanan Tubagus Hasanudin mengingatkan, antara DPR dan Kementerian Pertahanan telah bersepakat untuk tidak menggusur purnawirawan dan istrinya dari rumah dinas golongan 2 yang ditempati mereka saat ini. "Semestinya kalau lingkungan TNI dan Kemenhan benar proseduralnya, mereka loyal kepada keputusan politik. Sehingga mereka harus batalkan surat itu," kata Tubagus kepada Tempo, Kamis 26 Agustus 2010.
Menurut Tubagus, Komisi I DPR akan menunggu tindakan dari Panglima TNI atau Menteri Pertahanan hingga beberapa hari menjelang lebaran. Jika ternyata tidak dibatalkan, Komisi I DPR berencana akan meminta penjelasan mereka dalam rapat terbuka. "Karena jangan apa-apa yang dibawah harus kita (DPR) juga yang turun tangan. Mereka kan punya atasan. Ini kami tunggu sampai sebelum lebaran karena ini meresahkan." ujarnya.
Seharusnya, papar Tubagus, rumah para anggota purnawirawan yang menempati rumah dinas tidak boleh diganggu-gugat. Karena semenjak zaman kemerdekaan, para purnawirawan itu telah diberikan haknya untuk menempati rumah dinas.
Menurut Tubagus, yang sering dipersoalkan adalah rumah dinas itu kini diisi anak dan cucu. " Tapi sekarang ini jangankan diisi anak cucu, diisi purnawirawannya saja disuruh keluar. Termasuk Ibu Sarwo Edi, mertuanya SBY. Padahal mereka masih berhak atas rumah itu," kata Tubagus.
Selanjutnya, menurut Tubagus jika surat tersebut tidak segera dicabut maka akan menimbulkan keresahan yang sangat besar di masyarakat. Pasalnya, papar dia, saat ini ada 19.400 kepala keluarga yang menempati rumah dinas. "Kalau mereka semua harus keluar dalam waktu enam bulan, mereka mau kemana. Pada intinya harus segera dicabut, kalau tidak oleh Panglima TNI, oleh Menhan, kalau tidak juga nanti akan kami panggil."
MUTIA RESTY