Abda’oe ditahan selama 20 hari berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor Print-50/F/F.2.1/03/2001, tanggal 21 Maret 2001. Surat perintah dua lembar berwarna merah itu ditandatangani Direktur Penyidikan Sudibyo Saleh atas nama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Bachtiar Fachri Nasution.
Dengan penahanan ini, baru seorang tersangka kasus TAC yang ditahan, sedang tiga tersangka lainnya masih bebas. Tiga tersangka itu adalah Prof Dr Ir Ginandjar Kartasasmita, IB Sudjana, dan mantan Dirut PT Ustraindo Petro Gas (PT UPG) Praptono H Tjitrohupoyo.
Abda’oe diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek TAC antara Pertamina dan PT (UPG) dalam pengerjaan empat sumur minyak yang masih aktif di Sumatra Selatan dan Jawa Barat saat masih menjabat Dirut Pertamina. Ia dituduh melanggar UU Nomor 3/1971 jo UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Akibatnya, negara dirugikan sebesar US$ 24,8 juta.
Menurut Fachmi, penahanan mantan Dirut Pertamina ini Faisal untuk mempermudah proses penyidikan, yaitu agar tersangka tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti perkara, atau mengulangi perbuatan pidana. Ia tidak menjawab dengan tegas ketika ditanya apakah ditemukan indikasi bahawa Faisal akan mempersulit penyidikan sehingga perlu ditahan. “Ah sekarang kan tahan, tahan aja,” ujarnya.
Sebelum ditahan, penyidik terlebih dahulu mengajukan usulan penahanan kepada atasan. Ternyata, kata Fachmi, usulan penahanan diterima dan penyidikan terus berlangsung.
Menurut rencana, tersangka Ginandjar akan diperiksa sebagai saksi atas tersangka Abda’oe pada Kamis (22/3), pukul 09.30 WIB. Namun kuasa hukumnya, Muchyar Yara, tidak bisa memastikan apakah kliennya akan memenuhi atau tidak panggilan Kejakgung itu. “Klien kami belum memperoleh izin untuk menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung,” kata Muchyar kepada TEMPO sehari sebelumnya.
Ia mengatakan berdasarkan informasi dari Kababinkum TNI Mayjen TNI Timur Manurung, Kejakgung baru mengirimkan surat permohonan izin memeriksa Ginandjar kepada Panglima TNI, Rabu (21/3). Berdasarkan pasal 103 UU No 31/1997 tentang Peradilan Militer, kata dia, untuk memeriksa seseorang yang saat dituduh melakukan tindak pidana berstatus militer aktif harus siizin atasan yang menghukum (ankum), dalam hal ini Panglima TNI.
Muchyar menegaskan, Ginanjar tidak akan datang memenuhi panggilan Kejakgung bila Panglima TNI belum mengizinkan. “Lihat besok saja, kalau sampai jam 10.30 belum ada izin, ya Pak Ginadjar tidak menghadiri pemeriksaan,” tutur Muchyar enteng.
Ia juga kembali menolak jika kliennya dijadikan tersangka oleh Kejakgung dalam kasus TAC. Alasannya, saat menjabat Mentamben, Ginandjar berstatus militer aktif berpangkat marsekal muda. Sehingga yang berwenang menetapkan sebagai tersangka adalah Puspom TNI, sesuai UU No 31/1997 tentang Peradilan Militer. (Jobpie Sugiharto)