TEMPO Interaktif, Jakart--Ketua Komisi Nasional Hak Azasi Manusia, Ifdhal Kasim, mengatakan UU Penodaan Agama perlu direvisi. Karena, "Terdapat pasal-pasal yang tidak sejalan dengan kewajiban negara melindungi hak warga negara," ujar dia pada persidangan pengujian Undang-Undang Penodaan Agama di Gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (17/2) .
Ifdhal menjadi saksi ahli dari pemohon dalam kasus ini. Dia mencontohkan Pasal 1pada UU No 1/PNPS/ tahun 1965 itu membuka kemungkinan bagi negara untuk mengintervensi hak internal warga negara. "Akibatnya negara tidak bisa memberi jaminan perlindungan hak warga negara."
Menurut dia, Undang-undang ini dibuat oleh rezim Sukarno untuk mencegah berkembangnya aliran kebatinan. Selain itu Undang-Undang ini juga dibuat untuk mengisi kekosongan di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Setelah reformasi, menurut Ifdhal, Indonesia memiliki paradigma baru yang mengakui perlindungan hak azasi manusia (HAM) dan kesamaan posisi di depan hukum. "Terbukti dengan adanya Undang-Undang mengenai HAM," kata dia.
Kesadaran untuk menghormati HAM ini merupakan arsitektur baru dari hukum di Indonesia. "Hukum rezim lama harus diletakkan dalam konteks rezim baru."
Menurut Ifdhal, intervensi negara untuk melindungi kebebasan orang lain tetap diperlukan. Salah satunya adalah dengan pemidanaan kelompok yang berusaha menanamkan kebencian dan permusuhan terhadap agama atau kelompok lainnya.
ANTON WILLIAM