TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Myra Diarsi mengaku belum mengetahui mengenai rencana Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai yang akan menonaktifkan dirinya.
"Belum dengar saya. Saya belum tahu. Hingga malam ini saya belum mendapat informasi mengenai hal itu," ujar Myra saat dihubungi Tempo, Senin (23/11).
Abdul Haris menyatakan LPSK akan menonaktifkan dua orang komisionernya, Myra Diarsi dan I Ketut Sudiharsa, karena terindikasi melanggar sejumlah kode etik. Lembaga bakal membentuk Tim Etik pekan ini untuk memeriksa keduanya.
Menurut Abdul, Ketut dan Myra dinonaktifkan karena proses pemeriksaan membutuhkan konsentrasi penuh keduanya, serta untuk menghindari hambatan lain yang mungkin muncul jika mereka tetap aktif. Dua komisioner itu akan diberi kesempatan mengungkapkan argumennya di hadapan Tim. Setelah mengumpulkan data dan keterangan, Tim akan menyampaikan rekomendasi yang bakal langsung ditindaklanjuti Lembaga.
Myra membatah dirinya telah melakukan pelanggaran kode etik. "Kode etik yang mana? Seharusnya disebutkan. Waktu itu saya bertanya (pada Abdul) tapi tidak disebutkan," ujar dia.
Nama Myra dan Ketut muncul dalam rekaman sadapan telepon Anggodo Widjojo yang diputar di Mahkamah Konstitusi awal bulan ini. "Saya nyaris tidak tahu apa-apa, mengenai isi rekaman nama saya disebut oleh Ketut sebagai penanggung jawab bidang itu saja," ujar dia.
Myra mengatakan telah ada kesalahan persepsi dalam memandang peran LPSK dalam kasus itu. "Mestinya dipahami bahwa tugas pokok LPSK itu berbeda dengan polisi dan jaksa. Yang kami lakukan itu dalam rangka menjawab pemohon atau sanksi bukan tersangka. Dan saat itu Anggoro dan sejumlah rekannya adalah pemohon bukan tersangka," ujar dia.
"Selain itu untuk keperluan validasi, sebuah kasus harus diferivikasi dan investigasi dengan cara menemui saksi pelapor atau menghubunginya, lantas kesalahan ada dimana?" tambah Myra.
AGUNG SEDAYU