TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) mengirimkan proposal yang berisi konsep pembentukan Kementerian Haji dan Umrah kepada presiden terpilih Prabowo Subianto.
“AMPHURI mengapresiasi jika pemerintahan yang akan datang di bawah Prabowo Subianto ini betul-betul bisa merealisasikan terbentuknya Kementerian Haji dan Umrah,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) AMPHURI H. Firman M. Nur dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2024.
Firman beralasan pembentukan kementerian itu membuat pemerintah Indonesia memiliki lembaga yang fokus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pihak Arab Saudi mengurusi haji dan umrah.
Dia mengatakan pembentukan Kementerian Haji dan Umrah dapat menjadikan kedudukan pejabat yang mengurusi haji dan umrah di Indonesia setara dengan Arab Saudi. Arab Saudi memiliki Kementerian Haji dan Umrah sejak 1956.
“Kalau kita punya Menteri Haji dan Umrah, maka posisinya setara dengan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi. Diplomasi, negosiasi, lobi antarnegara menjadi enak,” tutur Firman.
Menurut dia, pembentukan Kementerian Haji dan Umrah bisa memberi manfaat besar dari sisi ekonomi untuk Indonesia. “Kami ingin juga sektor ibadah haji dan umrah betul-betul memberikan kemanfaatan secara ekonomi bagi kita yang saat ini masih sangat terkesan semuanya kemanfaatan bagi Arab Saudi,” ucapnya.
Sebelumnya, usul mengenai pembentukan Kementerian Haji dan Umrah di kabinet Prabowo disampaikan oleh sejumlah pihak, termasuk dari AMPHURI. Sekretaris Jenderal DPP AMPHURI, Zaky Zakaria Anshary, menilai keberadaan Kementerian Haji dan Umrah bernilai penting untuk mengurangi beban Kemenag yang selama ini mengurus penyelenggaraan ibadah haji untuk jemaah Indonesia.
“Dengan adanya Kementerian Haji dan Umrah, dapat mengurangi beban Kementerian Agama yang selama ini sangat berat di luar urusan haji dan umrah,” ujarnya pada Jumat, 4 Oktober 2024.
Zaky menyebutkan kompleksitas penyelenggaraan haji dan umrah dibuktikan dari banyaknya pihak yang terlibat, seperti Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, serta pihak swasta.
“Di pihak swasta, ada perusahaan yang memiliki izin sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Belum lagi pihak lain yang juga terlibat, seperti maskapai dan pemerintah Arab Saudi,” tutur Zaky.
Dia mengatakan faktor lain yang dinilai sangat penting melatarbelakangi perlunya Kementerian Haji dan Umrah adalah besarnya anggaran. Pada akhir September lalu, Komisi VIII DPR telah menyetujui usulan BPKH mengenai dana kelolaan haji sebesar Rp 188,86 triliun untuk 2025.
Selanjutnya, MUI menilai pembentukan Kementerian Haji dan Umrah penting...