TEMPO.CO, Jakarta - Hakim dari berbagai daerah di Indonesia akan mengikuti aksi cuti massal pada 7-11 Oktober 2024 untuk memprotes rendahnya kesejahteraan dan jaminan keamanan profesi mereka. Aksi hakim cuti bersama ini dimotori Solidaritas Hakim Indonesia yang mencatat jumlah hakim yang mengikuti gerakan cuti bersama pada 7-11 Oktober 2024 mendatang bertambah.
"Sampai saat ini, yang bergabung secara terbuka 1.611 hakim," kata juru bicara Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid, kepada Tempo lewat aplikasi perpesanan pada Selasa, 1 Oktober 2024. Rencananya, sebagian hakim juga akan melakukan aksi solidaritas di Jakarta.
Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia, kata Fauzan, akan dilaksanakan secara serentak selama lima hari kerja, yaitu mulai Senin hingga Jumat, pekan depan. Dia memperkirakan jumlah hakim yang akan mengikuti cuti massal tersebut bisa mencapai ribuan.
Selain cuti massal, sejumlah hakim dari berbagai daerah juga akan melakukan aksi simbolik di Jakarta. “Para hakim yang berangkat ke Jakarta akan melakukan audiensi, aksi protes, dan silaturahmi dengan lembaga terkait, serta tokoh nasional yang peduli terhadap isu peradilan,” kata Fauzan.
Fauzan juga mengklaim bahwa rencana aksi cuti massal para hakim tidak dilakukan secara tiba-tiba. Menurut Fauzan, para hakim telah mengupayakan peningkatan kesejahteraan melalui cara-cara lain sejak setidaknya lima tahun lalu.
“Aksi cuti bersama ini bukanlah pilihan yang diambil dengan tergesa. Sejak 2019, para hakim melalui organisasi profesinya, Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi), telah berjuang dengan sabar dan gigih,” kata Fauzan melalui keterangan tertulis pada Sabtu, 28 September 2024.
Tuntut Kenaikan Gaji
Adapun para hakim memiliki sejumlah tuntutan dalam menjalankan aksi cuti massal. Di antaranya soal penyesuaian gaji dan tunjangan yang tidak mengalami perubahan dan penyesuaian selama 12 tahun terakhir. Padahal, kata Fauzan, angka inflasi terus meningkat sejak 2012 hingga 2024.
Saat ini, kata dia, ketentuan gaji dan tunjangan hakim masih menggunakan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di Bawah Mahkamah Agung. Padahal, Mahkamah Agung (MA) sudah mengamanatkan mengamanatkan perlunya peninjauan ulang terhadap aturan penggajian hakim melalui Putusan Nomor 23 P/HUM/2018.
Diketahui gaji dan tunjangan para hakim diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di Bawah Mahkamah Agung. Hak keuangan dan fasilitas bagi hakim terdiri atas gaji pokok, tunjangan jabatan, rumah negara, fasilitas transportasi, jaminan kesehatan, jaminan keamanan, biaya perjalanan dinas, kedudukan protokol, penghasilan pensiun, dan tunjangan lain.
Hakim dengan gaji terendah dalam struktur ini adalah hakim golongan IIIA dengan masa kerja di bawah satu tahun yakni sebesar Rp. 2.064.100 per bulan. Sedangkan yang paling tinggi adalah golongan IV E dengan masa kerja 32 tahun yang memperoleh gaji pokok Rp. 4.978.000 per bulan. Tunjangan kerja juga tergantung dengan pengadilan dan jabatan yang dipegang.
Meski aksi cuti massal ini tidak diinisasi oleh Ikahi, Fauzan menyebut para hakim telah mengadvokasikan aspirasi mereka tentang kesejahteraan melalui organisasi tersebut. Khususnya, kata dia, dengan mendorong perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 yang mengatur gaji dan tunjangan hakim di bawah Mahkamah Agung (MA).
Fauzan berujar para hakim sempat berharap pemerintah akan memberi perhatian yang serius dan langkah nyata terhadap upaya advokasi Ikahi. “Namun, hingga hari ini, perjuangan itu belum mendapatkan tanggapan yang sepadan dari pemerintah,” ujar Fauzan.
Maka dari itu, Fauzan menyebut aksi cuti massal menjadi jalan terakhir yang ditempuh para hakim. “Dengan berat hati namun penuh keyakinan, aksi hakim cuti bersama ini menjadi pilihan terakhir demi memperjuangkan martabat dan kesejahteraan hakim di Indonesia,” kata dia.
ANANDA RIDHO SULISTYA | KRISNA PRADIPTA | SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Rencana Hakim Cuti Bersama Pekan Depan, Begini Tanggapan Pakar Hukum Tata Negara Unand