TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengecam aksi premanisme dan pembubaran diskusi oleh sekelompok orang tak dikenal di Hotel Grand Kemang, Jakarta, pada Sabtu, 28 September 2024.
Kegiatan diskusi silaturahmi kebangsaan diaspora ini dihadiri oleh sejumlah tokoh dan aktivis nasional.
Lantas, apa tanggapan PDIP dan PKB terkait aksi pembubaran paksa diskusi tersebut? Begini kata politikus kedua partai politik tersebut.
PDIP: Mematikan ide dan gagasan
Juru Bicara PDIP Chico Hakim mengatakan, partainya menyayangkan aksi premanisme tersebut. Menurut dia, aksi pembubaran paksa diskusi itu sebagai upaya mematikan ide dan gagasan.
"Aksi premanisme brutal dengan mencoba mematikan ide dan gagasan yang akan dibahas dalam diskusi tersebut," katanya dalam keterangan tertulis, Senin, 30 September 2024.
Padahal, ujarnya, falsafah Pancasila telah menjelaskan watak demokrasi Indonesia bukanlah demokrasi konsensus, melainkan demokrasi dengan pertarungan ide dan gagasan. pertarungan ide itu juga harus mengedepankan prinsip musyawarah, setelah beradu gagasan.
"Bukan musyawarah dulu tanpa adu gagasan. Jadi yang dihasilkan adalah pemikiran terbaik yang telah teruji," ujarnya.
Selain itu, PDIP juga menyesalkan sikap aparat kepolisian dalam aksi premanisme tersebut. Menurut dia, aparat kepolisian tak banyak bertindak dalam menangani aksi pembubaran paksa diskusi itu. "Bahkan diduga melakukan pembiaran," katanya.
Ia mendorong aparat kepolisian untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai penjamin keamanan bagi seluruh warga negara. Terlebih, katanya, bagi warga negara yang sedang menjalankan hak-hak konstitusionalnya. "Sehingga kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi," ucap Chico.
PKB: Ganggu HAM dan demokrasi
Sebelumnya, Wakil Ketua Harian PKB Mumtaza Rabbany alias Gus Najmi mengatakan, pembubaran paksa diskusi yang antara lain dihadiri oleh tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin dan pakar hukum tata negara Refly Harun itu mengganggu asas hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi.
Gus Najmi menuturkan, kebebasan berpendapat adalah hak yang sangat berharga, sesuai dengan konstitusi, Pasal 28E dan 28F yang menjamin hak setiap orang untuk berbicara dan berkumpul secara damai. Namun hal yang terjadi itu, kata dia, menunjukkan hak-hak tersebut masih terancam.
“Kita tidak bisa diam saja saat premanisme mengintimidasi diskusi yang seharusnya menjadi wadah untuk bertukar ide dan gagasan,” kata Gus Najmi dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta pada Ahad, 29 September 2024 seperti dikutip dari Antara.