TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo melantik Saifullah Yusuf atau Gus Ipul sebagai Menteri Sosial di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 11 September 2024. Menjabat Mensos kurang dari dua bulan Kabinet Jokowi, belum ada jaminan bagi Gus Ipul untuk terus melanjutkan bakti pada Pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
“Tidak, tidak ada (garansi berlanjut),” kata Gus Ipul. Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini mengatakan bahwa ia akan menjalankan tugas sesuai penugasan, yaitu untuk sisa masa jabatan 2019-2024. Ia menggantikan Tri Rismaharini yang mundur karena ikut Pemilihan Gubernur Jawa Timur.
Jika dihitung dari hari pelantikan, Gus Ipul hanya akan menjabat posisi menteri selama lebih kurang 39 hari. Masa bakti Kabinet Indonesia Maju akan berakhir saat Presiden Jokowi purnatugas pada 20 Oktober 2024.
“Tentu kita bicara juga masa transisi khususnya untuk Kemensos apa yang akan dilakukan di tahun 2025,” kata Mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal.
Gus Ipul sendiri masih membutuhkan waktu satu hingga dua hari untuk memetakan pekerjaan di Kementerian Sosial. Namun, ia sudah bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Kantor Kementerian Sosial, Salemba Raya, Jakarta Pusat pada Rabu, 11 September 2024.
Muhadjir, yang menjabat Plt. Menteri Sosial sejak 6 September 2024, menitipkan pekerjaan rumah merapikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DTKS. Menurut dia, DTKS penting untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.
"Basis DTKS itu dipakai untuk rujukan semua kementerian yang berkaitan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan sosial, terutama pengentasan kemiskinan, kata Muhadjir kemarin.
Menerima penugasan dari Jokowi sebagai Mensos, Gus Ipul memutuskan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai Wali Kota Pasuruan, yang ia jabat sejak 2021. Posisi Gus Ipul sebagai Wali Kota Pasuruan otomatis diisi oleh Wakil Wali Kota Adi Wibowo, Politikus Partai Golkar.
Gus Ipul sendiri mengatakan alasan menerima posisi Mensos karena penunjukan ini sebagai suatu kepercayaan. Ia meyakini Jokowi pasti memiliki maksud tertentu dengan memberikan kepercayaan jabatan Mensos kepadanya. "Saya kira tidak ada lain di antaranya adalah mencoba untuk menata masa transisi," katanya.
Bukan Urgensi Politik Jokowi
Pengamat politik tidak melihat adanya urgensi politik bagi Presiden Joko Widodo untuk melakukan pelantikan menteri menjelang purnatugas pada 20 Oktober 2024. Kecuali, reshuffle di ujung masa jabatan hanya untuk mengisi kekosongan posisi yang ditinggalkan Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Menteri Sosial Tri Rismaharini yang mundur karena ikut kontestasi pemilihan kepala daerah atau pilkada 2024.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, reshuffle kabinet dalam waktu kurang dari dua bulan menjelang akhir masa jabatan ini disebabkan kondisi mendesak Pramono dan Risma ikut pilkada. Hal ini bukan faksionalisme yang ditengarai semakin ekstrem di antara Presiden Jokowi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
“Rasa-rasanya sulit mengganti orang lain di luar Risma dan Pramono. Kalaupun ada kejutan, ya, paling menambah jabatan wakil menteri. Sisa waktu dua bulan ini, siapapun penggantinya tidak akan signifikan,” ujar Adi dihubungi Tempo belum lama ini
Adi mengatakan, jika ada faktor politik yang memungkinkan Jokowi untuk mengocok ulang komposisi kabinet di luar Pramono dan Risma, peluang menteri dari PDIP untuk dicopot menjadi yang paling terbuka. “Kalau pun ada, hanya karena faktor like atau dislike,” ucap dia.
Pilihan Editor: Politikus PDIP Pernah Bilang Begini soal Mensos Baru Pengganti Risma