INFO NASIONAL – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengajak masyarakat Bali untuk belajar dan berdiskusi tentang kekayaan intektual melalui kegiatan DJKI Mendengar dan Mengedukasi di Taman Werdhi Budaya Art Center, Bali, Jumat, 6 September 2024. DJKI berupaya memperkuat pemahaman publik tentang pentingnya pengembangan brand (merek) untuk produk indikasi geografis (IG).
Dalam kegiatan itu, salah satu pendiri PAHDI Specialty Coffee Sang Gede Agus Rico Pratama, berbagi pengalaman dalam membangun salah satu coffee shop terbesar di Asia Tenggara. Standar kualitas produk yang konsisten dan jelas menjadi penting dalam menciptakan citra merek yang kuat.
“PAHDI Specialty Coffee berusaha memberikan produk dan pelayanan terbaik,” kata Rico. Menurut dia, penting bagi setiap pemilik brand untuk menetapkan standar apa yang ingin dicapai, dan memastikan sumber daya yang dimiliki dihargai sesuai nilainya. Rico juga menyoroti peran metode storytelling dalam melakukan branding produk.
“Es teh yang aslinya seharga Rp5.000 dapat dijual dengan Harga lima kali lipat dengan storytelling yang tepat. Kita bisa menceritakan keunikan cita rasa dari teh tersebut sehingga produk bisa bernilai jauh lebih tinggi. Cerita di balik produk adalah kunci," kata dia.
Ketua Masyarakat Pelindungan Indikasi Geografis (MPIG) Kopi Kintamani Bali I Gusti Ngurah Rupa mengatakan, membangun brand produk IG tidak hanya terkait produk akhir, namun juga harus memperhatikan asal-usulnya, salah satunya proses mendapatkan sertifikat IG.
"Untuk mendapatkan sertifikasi IG tidak mudah, membutuhkan proses panjang seperti yang terjadi pada Kopi Kintamani. Sertifikat IG kami dapatkan setelah melalui proses sejak tahun 2003, dan akhirnya diakui pada 2008,” ujar dia.
Kopi Kintamani kini telah diekspor hingga ke Paris dan Jepang, berkat reputasi dan karakteristik uniknya. Dari sisi hukum, Pemeriksa Merek Utama DJKI Layla Fitria menjelaskan perbedaan mendasar antara merek dan indikasi geografis."Merek hanya membutuhkan daya pembeda untuk bisa didaftarkan, sementara IG mencakup reputasi dan karakteristik yang berasal dari daerah geografis tertentu," kata Layla.
IG dapat didaftarkan sebagai merek kolektif untuk memastikan pelindungan lebih lanjut bagi produk yang dihasilkan oleh kelompok atau komunitas tertentu. Melalui sesi ini, peserta diajak memahami lebih dalam mengenai strategi membangun brand untuk produk IG dan pentingnya perlindungan kekayaan intelektual guna memperkuat posisi produk lokal di pasar global. (*)