INFO NASIONAL - Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Ignatius Mangantar Tua ingatkan para penulis novel alternative universe atau AU untuk memperhatikan hak cipta karyanya. Apa lagi, kebayangan para penulis menggunggahnya di media sosial.
“Ini membuat karya mereka mudah ditemukan oleh pembaca, tetapi juga rentan diplagiat. Oleh karena itu, dokumentasikan karya sebaik mungkin agar jika terjadi perkara yang tidak menyenangkan, bukti kepemilikan kuat,” ujar Ignatius, di kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Jakarta Selatan, pada Selasa, 27 Agustus 2024.
Menurut Ignatus, untuk menghindari plagiasi para penulis harus mencatatkan karyanya di DJKI Kementerian Hukum dan HAM. Pencatatan ini tidak bersifat wajib karena pelindungan hak cipta bersifat deklaratif, yaitu langsung melekat begitu karya diketahui pihak lain.
Pencatatan di DJKI akan memudahkan proses dokumentasi dan proses bisnis lainnya seperti apabila karya tulis diterbitkan atau dialihmediakan melalui lisensi.
Selain itu, Ignatius juga mengingatkan para penerbit untuk menangani karya AU dengan penuh kehati-hatian. Meski karakter yang dijadikan tokoh utama dalam novel genre ini sudah dijadikan tokoh fiksi, perlu dipastikan tidak ada pihak yang dirugikan dalam penerbitan karya.
Baca juga:
Menurutnya, selama figur yang dijadikan tokoh AU tidak menyebut nama figur asli tersebut, karya AU sudah bisa sepenuhnya menjadi fiksi yang diwujudkan dari imajinasi penulis.
“Jika ada visual dari figur asli yang menjadi referensi, maka penggunaan ilustrasi bisa dilindungi sebagai karya baru. Namun memang perlu ada kehati-hatian agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” katanya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, penulis dan penerbit juga bisa menggunakan nama asli tokoh di dalam novel AU apabila telah mendapatkan izin dari pemilik nama. Keuntungan berupa royalti bisa diatur sesuai kesepakatan para pihak.
Belum lama ini, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly mengesahkan Peraturan Menteri dan HAM (Permenkumham) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Royalti atas Lisensi Penggunaan Sekunder untuk Hak Cipta Buku dan/atau Karya Tulis Lainnya.
Permenkumham dapat memberikan kepastian hukum bagi pencipta buku atau karya tulis lainnya dalam memperoleh royalti atas karya baik penggandaan tersebut dilakukan secara digital maupun non-digital.
Pihak yang diwajibkan membayar royalti di dalam peraturan ini di antaranya adalah usaha jasa fotokopi, usaha swasta yang melakukan aktivitas penggandaan dokumen, penyelenggara sistem elektronik, lembaga penyiaran, perguruan tinggi, lembaga pendidikan hingga pada pengembang kecerdasan buatan (AI).
“Permenkumham ini mengatur secara tegas bahwa hak untuk menarik royalti hanya dimiliki oleh LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) di bidang buku dan/atau karya tulis lainnya yang telah memiliki ijin operasional,” kata Yasonna. (*)