TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana (Unud) Efatha Filomeno Borromeu Duarte menyebut PDIP harus mampu menavigasi medan politik Bali yang semakin kompleks menanggapi keputusan PDI Perjuangan yang secara mengejutkan resmi mengusung Wayan Koster dan I Nyoman Giri Prasta sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bali 2024.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto memanggil nama Wayan Koster dan I Nyoman Giri Prasta sebagai penanda keduanya resmi diusung partai untuk maju ke Pilgub Bali 2024. Koster-Giri adalah satu dari 169 nama pasangan calon kepala daerah di gelombang kedua yang diusung PDIP.
Efatha kepada Tempo meyebut Koster dan Giri Prasta merupakan dua wajah kekuatan politik PDIP di Bali. “Koster dan Giri ini adalah wajah kekuatan PDIP di Bali mereka adalah motor-motor garda terdepan dengan segala macam kemampuan dan eleketabilitasnya. tetapi, tentu ada juga pandangan-pandangan atas kebutuhan dan perubahan. Nah maka menurut saya PDIP ini harus mampu menavigasi medan politik hari ini yang semakin kompleks," kata dia pada Jumat, 23 Agustus 2024.
Menyambung hal tersebut Dosen Ilmu Politik Unud itu mewanti-wanti bahaya stagnansi bagi PDI yang beresiko menjadi ancaman nyata bagi dominasi partai berlambang banteng itu. “Ini adalah momentum penting dan PDIP harus bisa memastikan dan memutuskan bahwa harus ada inovasi-inovasi keberlanjutan yang diperlukan untuk Bali ini kedepan, karena saya melihat Pilakada Bali ini bukan untuk kemenangan politik tapi tentang bagaimana PDIP menegosiasikan posisinya di masa depan,” kata dia.
Di sisi lain ia mengakui keputusan Koster dan Giri Prasta untuk maju Pilgub Bali sebagai satu paket memang mengukuhkan posisi PDIP di Bali, sekaligus meredam isu-isu kerapuhan internal. “Mereka memiliki daya elektoral yang tinggi, namun seperti yang saya sebutkan sebelumnya, ini perlu ditinjau lebih jauh karena peta politik tidak pernah benar-benar statis,” ujar Efatha.
Ia menekankan dalam persaingan politik ini, visi misi hingga konten-konten perubahan harus dimunculkan dalam lanskap politik Bali sebab masyarakat semakin cedas memilih. “Pemimpin dan masyarakatnya itu semakin cerdas, maka ini menjadi satu minimun requirement yang diminta para konstituen atau masyakarat umum yang nanti akan menggunkan hak suara mereka dalam 27 November,” katanya.
Menurutnya, bagi para penantang harus mampu membentuk poros besar yang bisa menjadi alternatif untuk menggedor perebutan Bali satu dan dua. “Perlu diingat keputusan MK ini mengubah seluruh lanskap politik menjelang pilkada semua menjadi fluid jadi pinangan dan proposal siapa yang lebih menarik itu yang akan diajak berkoalisi baik penantang atau yang ikut gerbong PDIP,” ujarnya
Efatha mengatakan, persaingan yang runcing di tingkat Bali satu menciptakan tekanan luar biasa, sehingga banyak kandidat yang justru lebih memilih bertarung di tingkat dua (Kabupaten) akibat naik turunya politik nasional dan batas waktu pendaftaran yang kian dekat.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI I ANDI ADAM FATURAHMAN
Pilihan Editor: Alasan PDIP Usung Wayan Koster-Giri Prasta di Pilgub Bali 2024