TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Ray Rangkuti menyoroti fenomena kotak kosong yang bakal terjadi di Pilkada Serentak 2024. Direktur Eksekutif Lingkar Madani ini menyebut fenomena kotak kosong dalam pilkada sebagai lanjutan kemerosotan demokrasi di era Presiden Joko Widodo.
“Fenomena kotak kosong dalam pilkada 2024 adalah lanjutan kemerosotan demokrasi di era kepemimpinan Jokowi,” kata Ray Rangkuti lewat pernyataan tertulis kepada Tempo, Kamis, 8 Agustus 2024.
Menurut Ray, sebelumnya Presiden Jokowi diduga cawe-cawe dalam pemilu lewat bagi-bagi bansos dalam dan dugaan ketidaknetralan aparat dalam pilpres. Kini, muncul fenomena kotak kosong.
“Mulai maraknya lawan kotak kosong di dalam pilkada. Khususnya, di beberapa provinsi,” tutur Ray.
Ray melihat gejala kotak kosong yang sebelumnya hanya ada di kabupaten dan kota, kini mulai merambah sampai ke provinsi. Ia menduga ada sekitar 5 atau 4 provinsi potensial pasangan calon melawan kotak kosong.
“Kontroversi di atas masih dalam tahapan menuju pencalonan. Kita belum sampai ke tahapan penetapan paslon, kampanye dan pemungutan/penghitungan suara dan penetapan hasil,” kata dia. “Tentu saja, suasana yang memerosotkan nilai demokrasi ini, kita harapkan tidak berlanjut pada tahapan-tahapan berikutnya.”
Ray mengatakan kotak kosong ini muncul karena ada praktik borong parpol dalam pilkada. Sehingga menciptakan pasangan tunggal melawan kotak kosong. Menurut dia, salah satu motornya adalah parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM). Koalisi yang dibentuk untuk mengusung anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto
Pengamat politik lain, Adi Prayitno juga menyoroti fenomena ini. Direktur Eksekutif Parameter Politik ini melihat ada banyak calon kepala daerah memborong dukungan banyak partai untuk memenangkan Pilkada 2024. Dia berpendapat, fenomena ini akan terjadi di banyak daerah.
"Saya kira fenomena kotak kosong di pilkada akan banyak bermunculan di Indonesia," kata Adi kepada Tempo, Ahad, 4 Agustus 2024.
Adi menduga, ada faktor kelelahan berpolitik yang dirasakan oleh para elite partai karena jarak pelaksanaan antara Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pilkada Serentak tak terpaut jauh.
"Jadi, wajar kalau partai politik terkesan lemah, lesu untuk menghadapi pilkada di 545 daerah," ujarnya.
Selanjutnya: KPU harus memfasilitasi kampanye kotak kosong...