TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 khususnya soal alat kontrasepsi untuk remaja dibarengi dengan kebijakan pelaksana yang memperhatikan aspek agama. Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia ini mengatakan pertimbangan ini harus diambil supaya tidak terjadi benturan di tengah masyarakat.
Ma’ruf Amin menyoroti adat ketimuran serta aspek agama sangat kuat dipegang dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. “Jangan hanya dilihat dari aspek kesehatannya saja, tapi juga aspek keagamaannya. Sekarang ini kan timbul kontroversi ya,” kata Wapres di MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo, Bantul, Yogyakarta, Rabu, 7 Agustus 2024
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden 2007-2014 ini menyarankan supaya pembuat kebijakan berkonsultasi dengan pihak-pihak lembaga keagamaan. Namun pembuatan aturan pelaksana alat kontrasepsi ini tetap harus berdampak baik dengan dirasakan oleh semua pihak.
“Kalau nanti terjadi ketidaksamaan pendapat, ada konflik pendapat, maka nanti akan kontraproduktif lah,” kata Ma’ruf.
PP Kesehatan baru khususnya Pasal 103 menyebut soal upaya kesehatan sistem reproduksi anak sekolah. Anak usia sekolah dan remaja diwajibkan mendapat edukasi kesehatan reproduksi mulai dari mengetahui sistem, fungsi, hingga proses reproduksi.
Selain itu, anak usia sekolah dan remaja juga diminta mendapatkan edukasi mengenai perilaku seksual berisiko beserta akibatnya. Tidak hanya itu, anak dinilai penting mengetahui pentingnya keluarga berencana sampai kemampuan melindungi diri dari tindakan hubungan seksual atau mampu menolak ajakan tersebut, demikian bunyi ayat 2.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, sebelumnya meminta pemerintah mencabut PP 28/2024 karena merusak masa depan anak. Peraturan ini jelas merusak masa depan anak-anak Indonesia. Jika dipaksakan, katanya anak-anak kian akan terpapar kekerasan seksual dan juga pornografi di lembaga pendidikan.
Ubaid menilai aturan ini juga dibuat diam-diam dan tidak melibatkan publik secara luas. "Padahal, beleid ini sangat terkait hajat hidup orang banyak, terutama orang tua dan anak-anak usia sekolah," kata Ubaid.
Ubaid juga menolak penyediaan alat kontrasepsi pada anak di sekolah. Menurut Ubaid, mereka membutuhkan edukasi pendidikan kesehatan reproduksi, bukan kebutuhan alat kontrasepsi.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, menjelaskan edukasi terkait kesehatan reproduksi termasuk juga penggunaan kontrasepsi. Namun penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan.
“Jadi, penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk dapat menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil,” kata Syahril dikutip dalam keterangan resmi, Selasa 8 Agustus 2024.
Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Didit Prabowo Sambangi Istana Kepresidenan Jakarta, Ada Apa?