TEMPO.CO, Jakarta - Badan Ekseskutif Mahasiswa Seluruh Indonesia atau BEM SI akan melakukan aksi simbolik menolak revisi UU TNI dan Polri di Jakarta, Selasa 30 Juli 2024. Aksi akan dimulai pukul 12.00 dengan long march dari IRTI Monas sampai pada titik pusat aksi di Istana Negara.
Koordinator Pusat BEM SI, Satria Naufal, mengatakan aksi ini bertajuk "Pekan reformati", yang merupakan tindak lanjut dari rilis tagar #OrdeReformati pada 17 Juli kemarin di Instagram BEM SI. "Aksi ini sebagai simbol gagalnya rezim jokowi dalam menjaga amanat reformasi," kata Satria dalam rilis resmi, Selasa 30 Juli 2024.
Satra mengklaim, berdasarkan kajiannya, substansi dari kedua usulan revisi UU tersebut masih ada yang bermasalah. Sehingga, tidak rasional untuk disahkan.
"Aksi ini juga merupakan sinyal pantikan dari Jakarta yang kami kirimkan kepada wilayah-wilayah dan daerah-daerah untuk kemudian juga turut melakukan aksi", kata Satria.
Ketua BEM UPN Yogyakarta, Anas Robbani, mengatakan, aksi akan diikuti 200 massa dari UB, Unpad, Unikom, Unnes, Unnes, UPN Yogyakarta, dan berbagai kampus di jakarta.
Rapat paripurna ke-18 masa sidang V Dewan Perwakilan Rakyat tahun 2023/2024 pada Selasa, 28 Mei 2024, mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi usul inisiatif Dewan. Rapat paripurna juga mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai usulan DPR.
DPR sudah menerima surat presiden perihal revisi UU TNI dan UU Polri pada Senin, 8 Juli 2024. Pemerintah mempunyai waktu 60 hari untuk menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM), lalu menyerahkannya kepada DPR. Setelah menerima DIM, DPR akan menentukan jadwal pembahasan.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pembahasan akan dilakukan setelah masa reses. DPR saat ini sedang menjalani masa reses hingga 15 Agustus 2024. Sedangkan pelantikan anggota DPR baru periode 2024-2029 akan dilakukan pada 1 Oktober 2024. Dalam dua bulan sisa masa jabatannya, DPR belum menentukan kelanjutan pembahasan revisi UU TNI dan UU Polri.
Direktur Imparsial Ghufron Mabruri menyoroti draf revisi di Pasal 47 ayat 2 UU TNI. Pasal itu ingin TNI memperluas kedudukan personel di kementerian dan lembaga. Pasal itu mengusulkan prajurit aktif bisa menduduki kementerian dan lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden.
Penambahan frasa ini memberikan ruang kepada prajurit TNI aktif ditempatkan di luar 10 kementerian dan lembaga yang disebutkan dalam UU TNI. Dengan kata lain, presiden ke depan bisa saja membuat kebijakan yang membuka penempatan prajurit TNI aktif di sejumlah kementerian lain, seperti Kementerian Desa, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan lembaga negara lain.
Menurut Ghufron, pasal ini sebetulnya hanya melegalisasi perluasan praktik dwifungsi ABRI yang berjalan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ombudsman RI mencatat setidaknya 27 anggota TNI aktif menjabat di badan usaha milik negara.
Pada 2023, ada juga perwira TNI aktif yang menduduki jabatan kepala daerah, seperti di Kabupaten Seram Bagian Barat dan Provinsi Aceh. Padahal, dalam Pasal 47 Undang-Undang TNI disebutkan bahwa prajurit aktif hanya boleh menduduki jabatan sipil yang berhubungan dengan pertahanan negara. Mereka juga baru bisa menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri dari dinas aktif keprajuritan.
Pilihan Editor:Pengamat Sebut Kedatangan Influencer ke IKN Bentuk Kepanikan Jokowi