Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Pembubaran Konstituante dan Pembentukan MPRS dan DPAS, Begini Bunyinya

image-gnews
Presiden pertama RI, Sukarno, berpidato di hadapan delegasi Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, 1955. Bung Karno menunjukkan karismanya di hadapan kepala negara dari Asia dan Afrika. Lisa Larsen/The LIFE Picture Collection/Getty Images
Presiden pertama RI, Sukarno, berpidato di hadapan delegasi Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, 1955. Bung Karno menunjukkan karismanya di hadapan kepala negara dari Asia dan Afrika. Lisa Larsen/The LIFE Picture Collection/Getty Images
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah keputusan penting dalam sejarah politik Indonesia pasca kemerdekaan yang mempengaruhi struktur pemerintahan dan konstitusi negara. Dikeluarkan oleh Presiden Soekarno, dekrit ini mengambil langkah-langkah drastis setelah Konstituante yang terpilih untuk merancang konstitusi baru mengalami kebuntuan dalam prosesnya.

Dilansir dari Kemdikbud, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan keputusan yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 untuk merespon kegagalan Dewan Konstituante dalam merumuskan Undang-Undang Dasar (UUD) yang baru. Dekrit Presiden tersebut berisi keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante, pemberlakuan kembali UUD 1945, tidak berlakunya UUD 1950, dan pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Dekrit ini menandai berakhirnya era Demokrasi Liberal (dikenal juga sebagai Demokrasi Parlementer) dan dimulainya era Demokrasi Terpimpin. Melalui dekrit ini tugas parlemen berada di tangan Presiden Sukarno.

Seperti yang dilansir dari ojs.ummetro.ac.id, salah satu poin utama dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah pembubaran Konstituante. Konstituante, yang terbentuk untuk merancang konstitusi baru bagi Indonesia, menghadapi kesulitan besar dalam mencapai kesepakatan yang memadai.

Dekrit Presiden juga mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi yang berlaku bagi Indonesia. UUD 1945 telah menjadi landasan hukum negara sejak kemerdekaan pada tahun 1945 dan telah mengalami beberapa amandemen. 

Selain memutuskan untuk membubarkan Konstituante dan mengembalikan UUD 1945, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 juga membentuk dua lembaga baru yang penting:

MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara): MPRS dibentuk sebagai lembaga legislatif sementara yang menggantikan peran Konstituante. MPRS memiliki wewenang untuk membuat keputusan penting bagi negara, termasuk mengenai amandemen terhadap UUD 1945 dan berbagai kebijakan nasional.

DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara): Selain MPRS, dekret ini juga membentuk DPAS. DPAS berfungsi sebagai lembaga penasehat bagi pemerintah, memberikan pertimbangan dan saran tentang kebijakan nasional serta menanggapi isu-isu yang berkembang.

Berikut isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959

Dengan rachmat Tuhan Jang Maha Esa,

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG

Dengan ini menjatakan dengan chidmat:

Bahwa andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 jang disampaikan kepada segenap rakjat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara;

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bahwa berhubung dengan pernjataan sebagian besar anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri sidang. Konstituante tidak mungkin lagi menjelesaikan tugas jang dipertjajakan oleh rakjat kepadanja;

Bahwa hal jang demikian menimbulkan keadaan-keadaan ketatanegaraan jang membahajakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masjarakat jang adil makmur;

Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakjat Indonesia dan didorong oleh kejakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunja djalan untuk menjelamatkan Negara Proklamasi;

Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut,

Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG

Menetapkan pembubaran Konstituante;

Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekret ini dan tidak berlakunja lagi Undang-Undang Dasar Sementara.

Pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakyat Sementara, jang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnja.

Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 5 Djuli 1959
Atas nama Rakjat Indonesia
Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang

SOEKARNO

Pilihan Editor: 64 Tahun Lalu Setelah Keluarkan Dekrit Presiden, Presiden Sukarno Pernah Bubarkan DPR

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Mahkamah Agung AS Putuskan Donald Trump Kebal Hukum, Joe Biden Berang

4 hari lalu

Kandidat Partai Demokrat, Presiden AS Joe Biden, berbicara dalam debat presiden dengan kandidat Partai Republik, mantan Presiden AS Donald Trump, di Atlanta, Georgia, AS, 27 Juni 2024. REUTERS/Brian Snyder
Mahkamah Agung AS Putuskan Donald Trump Kebal Hukum, Joe Biden Berang

Joe Biden menyebut keputusan Mahkamah Agung mengenai Donald Trump memiliki kekebalan hukum merupakan preseden berbahaya.


PAN Tolak Wacana Presiden Kembali Dipilih MPR

4 hari lalu

Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan memberikan sambutan saat Parta PAN menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Amanat Nasional yang ke 4: Menang Bersama di Kantor DPP PAN, Jakarta, Sabtu, 29 Juni 2024. Rakernas tersebut dihadiri Pengurus DPP PAN, DPW dan DPD PAN se Indonesia, Ortom PAN, serta Fraksi PAN DPR RI. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
PAN Tolak Wacana Presiden Kembali Dipilih MPR

Pimpinan MPR bersilaturahmi dengan elit PAN. Dalam pertemuan itu, PAN menolak amandemen UUD 1945 untuk mengembalikan kewenangan MPR memilih presiden.


Anggota Parlemen Thailand Berkunjung ke Tempo Belajar Demokrasi dan Kebebasan Pers

8 hari lalu

Tokoh Move Forward Party dari Thailand saat mengunjungi Kantor TEMPO Media Grup di Jalan Pal Merah, Jakarta, Kamis 27 Juni 2024. TEMPO/Subekti.
Anggota Parlemen Thailand Berkunjung ke Tempo Belajar Demokrasi dan Kebebasan Pers

Anggota parlemen Thailand berkunjung ke Tempo mempelajari demokrasi, kebebasan pers dan berpendapat, serta antikorupsi.


Kata Elite PAN soal Ide Amandemen UUD 1945 ala Bamsoet

10 hari lalu

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) bersama jajaran mengunjungi Wakil Presiden RI ke-6 Try Sutrisno dalam rangka silahturahmi kebangsaan di kediamanya, Menteng, Jakarta, 20 Mei 2024. Bamsoet mengatakan safari politik tersebut untuk melakukan rekonsiliasi nasional setelah pemilihan Presiden 2024, MPR juga berencana akan mengunjungi Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri hingga Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). TEMPO/ Febri Angga Palguna
Kata Elite PAN soal Ide Amandemen UUD 1945 ala Bamsoet

MKD memutuskan Bamsoet melanggar kode etik karena pernyataannya soal rencana amandemen UUD 1945.


Partai Move Forward: Masih Ada Sisa-Sisa Rezim Militer di Thailand

10 hari lalu

Tokoh Move Forward Party dari Thailand saat mengunjungi Kantor TEMPO Media Grup di Jalan Pal Merah, Jakarta, Kamis 27 Juni 2024. TEMPO/Subekti.
Partai Move Forward: Masih Ada Sisa-Sisa Rezim Militer di Thailand

Juru bicara Partai Gerakan Maju (MFP) berkomentar tentang kondisi demokrasi di Thailand. Ia berpendapat masih ada sisa-sisa rezim militer di negara tersebut.


Terancam Dibubarkan, Partai Move Forward akan Tetap Dorong Demokratisasi di Thailand

10 hari lalu

Tokoh Move Forward Party dari Thailand saat mengunjungi Kantor TEMPO Media Grup di Jalan Pal Merah, Jakarta, Kamis 27 Juni 2024. TEMPO/Subekti.
Terancam Dibubarkan, Partai Move Forward akan Tetap Dorong Demokratisasi di Thailand

Dalam wawancara khusus dengan Tempo, juru bicara Move Forward Party (MFP) memastikan mereka akan terus memperjuangkan demokrasi di Thailand.


Istana Respons Mahkamah Rakyat Adili Jokowi: Lazim dalam Demokrasi

12 hari lalu

Majelis hakim People's Tribunal atau Pengadilan Rakyat yang dinamakan Mahkamah Rakyat Luar Biasa di Wisma Makara, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa 25 Juni 2024. Sidang berisikan agenda menggugat Presiden Joko Widodo alias Jokowi atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintahannya. Dalam gugatan tersebut, Mahkamah Rakyat Luar Biasa menyebutkan bakal mengadili sembilan dosa atau
Istana Respons Mahkamah Rakyat Adili Jokowi: Lazim dalam Demokrasi

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana merespons Mahkamah Rakyat yang mengadili Jokowi. Apa katanya?


Olly Dondokambey Dampingi Megawati Ziarah Ke Makam Soekarno

16 hari lalu

Olly Dondokambey mendamping Presiden RI Ke-5 Megawati Soekarnoputri melakukan Ziarah ke Makam Proklamator Bung Karno di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar. Jumat (21/6/2024)
Olly Dondokambey Dampingi Megawati Ziarah Ke Makam Soekarno

Kedatangan Megawati bersama rombongan dalam rangka peringatan Haul Soekarno ke-54 Tahun.


Romo Magnis Sebut Demokrasi Habis Jika Tak ada Partai Oposisi

18 hari lalu

Profesor Filsafat STF Driyarkara Franz Magnis-Suseno menjadi saksi ahli saat sidang lanjutan sengketa hasil pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 2 April 2024. Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan saksi dan saksi ahli yang dihadirkan oleh pemohon Tim Hukum pasangan Ganjar-Mahfud. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Romo Magnis Sebut Demokrasi Habis Jika Tak ada Partai Oposisi

Romo Magnis khawatir, jika pemerintahan saat ini didukung oleh hampir semua partai maka lembaga eksekutif dapat berbuat seenaknya.


Tolak Rencana Amendemen Kelima UUD, Demokrat Sebut Potensial Sandera Presiden

26 hari lalu

Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Alfian Mallarangeng mengumumkan secara resmi Partai Demokrat mencabut dukungan kepada Anies Baswedan saat jumpa pers di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Jumat (1/9/2023). (ANTARA/Genta Tenri Mawangi)
Tolak Rencana Amendemen Kelima UUD, Demokrat Sebut Potensial Sandera Presiden

Partai Demokrat menolak tegas rencana amendemen kelima Undang-Undang Dasar atau UUD1945 oleh MPR yang mencuat belakangan ini.