TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Dikdas dan Dikmen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Muhammad Hasbi, menjelaskan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan 4 jalur penerimaan yang diterapkan saat ini sudah upaya memberikan kesempatan yang adil untuk murid mendapatkan layanan pendidikan yang merata dan berkualitas.
Setelah muncul beberapa permintaan masyarakat melalui media sosial mengenai pengembalian jalur zonasi ke jalur nilai karena rawan potensi kecurangan pemalsuan domisili.
"Dengan empat jalur penerimaan kami ingin memproteksi dan memastikan semua lapisan masyarakat utamanya yang dengan kondisi tidak mampu agar memiliki hak setara mendapatkan layanan pendidikan," kata Hasbi dihubungi Tempo melalui pesan singkat pada Senin malam, 24 Juni 2024.
Hasbi menegaskan agar tidak ada lagi kastanisasi kualitas sekolah yang hanya bisa diakses oleh kalangan masyarakat tertentu.
"Setiap kebijakan tentu ada kelebihan dan kekurangan, dengan kebijakan PPDB saat ini secara perlahan kami mengurangi stigma hanya sekolah favorit yang memiliki kualitas bagus," tuturnya.
Kemendikbudristek saat ini menerapkan 4 jalur PPDB yakni prestasi, afirmasi, zonasi dan pindah orang tua. Hasbi menjelaskan penerapan itu untuk mengurangi diskriminasi dan ketidakadilan terhadap akses layanan pendidikan.
"Tentunya hal ini terwujud jika semua kalangan mendukung, utamanya dengan tidak melakukan tindak kecurangan yang merupakan bentuk pelanggaran hukum," katanya.
Dosen Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pikologi Universitas Negeri Semarang (UNNES), Edi Subkhan, mengatakan pemerintah perlu membenahi penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi untuk mencegah kecurangan. Salah satu caranya dengan melakukan pemerataan fasilitas dan kualitas sekolah.
Edi mengatakan awalnya penerimaan PPDB sistem zonasi mengadopsi metode di Finlandia dan Australia. Kedua negara itu menerapkan penerimaan peserta didik dengan jalan siswa mendaftar sekolah lewat Kementerian Pendidikan. Selanjutnya Kementerian Pendidikan yang akan memutuskan tempat sekolah peserta didik bersangkutan berdasarkan jarak rumah atau lokasi terdekat dengan tempat tinggalnya.
"Masalahnya, kualitas sekolah di Indonesia memang belum semerata di Finlandia dan Australia," kata Edhi melalui pesan singkat kepada Tempo, Senin, 24 Juni 2024.
Ia menjelaskan, orang tua siswa masih berpandangan bahwa ada sekolah yang lebih unggul dari segi kualitas dibandingkan sekolah lainnya. Sehingga orang tua cenderung memaksakan anaknya agar bisa masuk ke sekolah tersebut tanpa melihat sistem zonasi. "Karena mereka ingin anaknya diberikan yang terbaik, makanya ingin mencoba mengakali sistem zonasi itu," kata dia.
Edhi membandingkan PPDB sistem zonasi dan nilai. Menurut dia, tantangan PPDB dengan sistem nilai lebih sulit karena penerimaan siswa berdasarkan peringkat nilai tertinggi dan kuota sekolah. "Kalau sekolah itu pakai sistem penilaian, maka sekolah akan membuat peringkat, akan diterima siswa yang peringkatnya lebih tinggi. Peringkat yang bawah bisa tergeser sesuai dengan kuota," katanya.
Edhi membandingkan PPDB sistem zonasi dan nilai. Menurut dia, tantangan PPDB dengan sistem nilai lebih sulit karena penerimaan siswa berdasarkan peringkat nilai tertinggi dan kuota sekolah. "Kalau sekolah itu pakai sistem penilaian, maka sekolah akan membuat peringkat, akan diterima siswa yang peringkatnya lebih tinggi. Peringkat yang bawah bisa tergeser sesuai dengan kuota," katanya.
Pilihan Editor: Kata Kemendikbudristek soal Nasib Peserta yang Tidak Lolos PPDB 2024