INFO NASIONAL – Tenda-tenda penjaja kuliner berbanjar di Plaza Taman Ismail Marzuki, persis di dekat trotoar Jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat. Mengundang orang yang melintas untuk singgah dan jajan sambil menikmati sore.
Sekitar 50 meter ke dalam area Taman Ismail Marzuki, di selasar Gedung Trisno Sumardjo atau sisi belakang Planetarium, sejumlah anak muda dan pelajar sekolah asyik bermain dengan tanah liat atau clay. Mereka begitu menikmati belajar membuat gerabah di bawah bimbingan instruktur dari Lost in Clay.
Pusat kesenian di Jakarta ini kembali ramai berkat kehadiran TIM ArtFest selama tiga hari, 30 Mei-1 Juni 2024. Digagas oleh PT Jakarta Propertindo (Perseroda) atau acap disebut Jakpro, acara ini bertujuan sebagai wadah kegiatan seni dan budaya yang dapat diikuti oleh masyarakat umum maupun kalangan seniman.
“Harapannya agar masyarakat dapat menikmati berbagai gelaran dan kegiatan seni budaya maupun hiburan sepanjang program berlangsung. Sehingga apabila ada kegiatan serupa, masyarakat sudah familiar dan tertarik untuk meramaikan kegiatan yang bernilai seni dan budaya,” ujar VP Corporate Secretary Jakpro, Melisa Sjach, secara tertulis kepada Info Tempo, Kamis, 30 Mei 2024.
Melisa menuturkan, selain kelas pottery bersama Lost in Clay, sejumlah acara lain yang dapat diikuti masyarakat yakni belajar menari, menghias kue atau cake decoration, lomba mewarnai, dan musikalisi puisi.
“TIM Art Festival juga menjadi wadah bagi para talenta muda untuk dapat mempertunjukkan bakat mereka saat beraksi di panggung yang berada di Plaza TIM,” katanya.
Jakpro, Melisa melanjutkan, mengemban amanat dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan manfaat kemajuan seni dan budaya lewat beragam aktivitas di Taman Ismail Marzuki, terlebih setelah rampung direvitalisasi pada 2022.
Jakpro pun harus memastikan fasilitas penunjang kesenian dan kebudayaan di TIM tetap terawat dan terjaga hingga puluhan tahun ke depan. Selama ini, Taman Ismail Marzuki tekenal menjadi lokasi para seniman dan budayawan berekspresi sejak diresmikan pada 10 November 1968.
Demi muruah ini, maka Jakpro menggelar TIM Art Fest. Menariknya, kini masyarakat tidak lagi diposisikan sebagai objek untuk datang dan jadi penonton, melainkan ikut terlibat sebagai pelaku seni dan budaya. Karena itulah, terdapat berbagai kelas di TIM Art Fest.
General Manager Strategic Business Unit Taman Ismail Marzuki, Hikmat Hayat, menerangkan, TIM Art Fest merupakan hasil kolaborasi Jakpro dengan banyak pihak. “Misalnya, Dewan Kesenian Jakarta dilibatkan untuk memberi masukan serta menjembatani dengan para seniman dan budayawan,” tuturnya.
Kolaborasi, ucap Hikmat, jadi kunci penyelenggaraan acara ini. Mulai dari kecamatan, komunitas-komunitas seni, bahkan masyarakat. “Karena itu disediakan panggung bagi masyarakat yang mau tampil. Kami sangat terbuka agar TIM Art Fest bisa menjadi kegiatan bersama. Taman Ismail Marzuki sudah berhasil direvitalisasi jadi lebih rapi, mewah, dan modern. Tapi, mestinya punya dampak kepada masyarakat. Maka kita upayakan berbagai cara, salah satunya dengan TIM Art Fest,” urainya.
Hikmat memahami sebuah acara tunggal tidak cukup ampuh menjawab ambisi besar, untuk menjadikan Taman Ismail Marzuki jadi pusat seni budaya nasional. “Kami sedang godok apakah TIM Art Fest nantinya akan digelar terus. Mungkin setiap bulan, tiga bulan, atau tahunan, yang pasti ini berkelanjutan,” paparnya.
Camat Menteng, Suprayogi, mengaku senang dengan rencana Jakpro ini. Pasalnya, berbagai pihak ikut dilibatkan, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kecamatan Menteng. Mayoritas para pedagang di tenda-tenda kuliner selama TIM Art Fest merupakan warga sekitar kawasan.
“Acara ini bagus dan semoga terus berjalan, sehingga bermanfaat dari segi kewilayahan. Memang sudah seharusnya sebuah acara di Taman Ismail Marzuki ini juga membawa manfaat untuk wilayahnya,” beber Suprayogi.
Suasana bazar TIM Art Fest 2024.di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta
Kolaborasi Setiap Waktu
Upaya Jakpro berkolaborasi dengan banyak pihak untuk menyemarakkan Taman Ismail Marzuki ternyata tidak sebatas acara-acara tertentu. Sebagai contoh, pengunjung dapat belajar kelas kerajinan tembikar atau pottery class bersama Lost in Clay.
Pendiri kelas tersebut, Dwiki, bercerita, ia dan teman-temannya pertama kali membuka kelas di Bandung pada November 2023. Kemudian mereka berupaya melebarkan sayap, agar kian banyak menghimpun peminat.
“Kita sempat cari-cari tempat. Saya berpikir satu syarat penting bahwa tempat untuk kelas ini harus pusat kesenian, jadi orang datang memang tertarik dengan dunia seni. Sampai akhirnya terbuka peluang untuk bekerja sama dengan Taman Ismail Marzuki ini,” terang pria berusia 29 tahun itu.
Kesempatan untuk membuka kelas di Taman Ismail Marzuki tercapai sekitar Maret 2024. Demi menarik minat masyarakat beraktivitas dalam dunia seni, Lost in Clay buka setiap hari, Senin hingga Ahad. Terdapat empat kelas yang dapat dipilih, yakni Wheel Throwing, Handbuilding, Handbuilding & Paintings, serta Painting on Ceramic. Biaya kelas dimulai dari Rp 50.000 sampai Rp 90.000.
“Lama pelajaran sekitar satu jam sepuluh menit. Tetapi enggak menutup kemungkinan kita tetap temani, kalau peserta kelas sedang asyik belajar. Kita lihat saja kondisinya, biasanya kalau kelas malam,” jelas Dwiki.
Selama TIM Art Fest ini, Lost in Clay yang biasanya di lantai lima akhirnya diboyong ke selasar Gedung Trisno Sumardjo. “Kami sangat berterima kasih kepada Jakpro. Berkat kolaborasi ini, kami bisa mendapat peluang lebih luas untuk menggiatkan seni tembikar,” ungkap Dwiki.
Aya, salah satu instruktur lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung, menilai, masyarakat cukup antusias dengan kehadiran Lost in Clay. “Kalau pada akhir pekan biasanya orang tua dengan anak-anaknya. Sedangkan para pekerja atau pegawai kantoran biasanya kelas sore atau malam, pulang dari kantor. Mungkin mereka ingin melepas stres supaya work life balance, maklumlah Gen-Z,” pungkasnya sambil tergelak. (*)