TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menyetujui 9 nama anggota panitia seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi atau Pansel KPK. Persetujuan Jokowi itu tertuang dalam Keputusan Presiden Tentang Panitia Seleksi Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK. Ke-9 anggota tersebut telah diumumkan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno pada Kamis, 30 Mei 2024.
Pemerhati antikorupsi yang juga mantan Penyidik KPK, Yudi Purnomo, mengatakan Pansel KPK menghadapi banyak tantangan, salah satunya keberanian mencoret calon pimpinan bermasalah.
Dia mengatakan KPK membutuhkan pemimpin yang tidak bermasalah dari sisi integritas dan tidak menjadi masalah baru ketika menjadi pimpinan KPK, dipercaya akan mampu meningkatkan kepercayaan publik, dan dipercaya akan meningkatkan kinerja KPK serta berprestasi.
"Namun semua hal tersebut baru dapat dilakukan jika pansel berani mencoret pimpinan KPK sejak awal seleksi bahkan sejak proses administratif ketika ada yang mendaftar merupakan orang yang bermasalah, mendapat reaksi negatif publik, dan rekam jejaknya buruk," kata Yudi di Jakarta, Kamis, 30 Mei.
Yudi menyebutkan, dengan sudah diumumkannya nama-nama Pansel KPK, maka proses seleksi pimpinan KPK sudah dimulai. Dia mengatakan, dari nama-nama anggota Pansel KPK yang dipilih, tentu tidak ada yang meragukan rekam jejak dan keahliannya.
Kesembilan anggota tersebut adalah Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yutuf Ateh sebagai ketua dan Rektor IPB Arif Satria sebagai Wakil Pansel KPK. Adapun anggotanya adalah Ivan Yustiavandana, Nawal Nely, Ahmad Erani Yustika, Y. Ambeg Paramarta, Elwi Danil, Rezki Sri Wibowo, dan Taufik Rahman.
Menurut Yudi, panitia seleksi akan menyeleksi pimpinan komisi antirasuah itu ketika keadaan KPK sedang tidak baik-baik saja. Masalah korupsi dan krisis integritas yang melanda KPK dan kontroversi yang lebih banyak dibanding prestasi memberantas korupsi membuat kepercayaan publik menurun drastis.
"Belum lagi kinerja aparat penegak hukum lain seperti kejaksaan yang lebih baik dari KPK," kata dia.
Tanpa Keberanian, Pansel KPK Hanya Jadi Stempel Normatif
Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK ini menambahkan, tanpa keberanian itu, pansel hanya akan menjadi stempel normatif dalam seleksi pimpinan KPK.
"Karena tidak mungkin sapu yang kotor bisa membersihkan lantai yang kotor," ujarnya.
Kondisi itu merujuk pada pengalaman pansel sebelumnya yang meloloskan hingga tahap akhir Firli Bahuri meskipun mendapat penolakan publik dan akhirnya justru menjadi tersangka korupsi ketika menjadi ketua KPK.
"Ini harus menjadi pelajaran pansel kali ini untuk memilih 10 orang yang terbaik sebelum dipilih DPR," ucap Yudi.
Pilihan editor: Ragam Reaksi terhadap Pansel KPK Pilihan Presiden Jokowi