TEMPO.CO, Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Airlangga (BEM Unair) berikan respons dan pernyataan sikap terhadap kabar pemecatan sepihak dekan Fakultas Kedokteran atau FK Unair, Prof Budi Santoso. Kabar pemecatan sepihak ini berembus melalui WhatsApp Group (WAG) dosen FK Unair pada 3 Juli 2024.
Unair Surabaya memberhentikan Prof Budi Santoso dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran diduga karena menolak program pemerintah mendatangkan dokter asing ke Indonesia.
Kabar pencopotan itu berawal dari pernyataan Prof Budi Santoso yang beredar di WhatsApp Group (WAG) Dosen FK Unair, Rabu,3 Juli 2024.
"Per hari ini saya diberhentikan sebagai Dekan FK Unair. Saya menerima dengan lapang dada dan ikhlas. Mohon maaf selama saya memimpin FK Unair ada salah dan khilaf, mari terus kita perjuangkan FK Unair tercinta untuk terus maju dan berkembang," demikian petikan pernyataan Budi Santoso dalam WAG tersebut.
Saat dikonfirmasi, Budi Santoso membenarkan pernyataannya itu sebagai bentuk kewajiban dirinya untuk berpamitan dengan para dosen maupun senior.
Budi Santoso beranggapan, terjadi perbedaan pendapat antara pimpinan Unair dengan dirinya terkait program Kemenkes untuk mendatangkan dokter asing.
"Karena rektor pimpinan saya dan saya ada perbedaan pendapat, dan saya dinyatakan berbeda ya keputusan beliau ya diterima. Tapi, kalau menyuarakan hati nurani, saya pikir kalau semua dokter ditanya, apa rela ada dokter asing? Saya yakin jawabannya tidak," katanya.
Pada 5 Juli 2024 pukul 08.00, Kementrian Sosial dan Politik BEM Unair memberikan pernyataan sikap terhadap permasalahan yang tengah terjadi melalui aku Instagram @bem_unair. Dengan tajuk, “Save Prof. Bus: Korban Persekusi Kebebasan Akademik!”. Dokumen sebanyak 9 halaman tersebut berisi kronologi dan alasan pemecatan, statuta yang dilanggar oleh Rektorat, dan tuntutan-tuntutan yang dialamatkan untuk Rektorat Unair.
Tuntutan-tuntutan tersebut berisi penghormatan terhadap Statuta Universitas, jaminan kebebasan akademik, menuntut dengan tegas jaminan atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, mengecam sleuruh tindakan persekusi terhadap kebebasan akademik, dan kebijakan transparan dan inklusif.
Diketahui alasan pemecatan Prof Budi Santoso atau yang akrab disapa Prof. Bus berkaitan dengan pernyataan yang ia utarakan pada Kamis, 27 Juni 2024. Pernyataan ini menanggapi rencana Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk mendatangkan dokter asing. Naturalisasi dokter asing ini dilatarbelakangi oleh perlunya peningkatan jumlah tenaga kesehatan di Indonesia sebanyak 0.5 persen untuk mengimbangi jumlah masyarakat Indonesia sebesar 280 juta. Hal ini tentu mendapat ragam respon dari berbagai pihak, termasuk FK Unair yang disampaikan Prof Bus yang dengan tegas menolak rencana tersebut.
Kemudian, Rektorat memanggil Budi Santoso pada 1 Juli 2024 untuk dimintai keterangan. Selang beberapa hari, pada 3 Juli 2024, beredar pernyataan Prof Bus dalam WAG Dosen Fakultas Kedokteran Unair. Saat dikonfirmasi terkait beredarnya pernyataan dalam WAG tersebut, ia membenarkan hal tersebut sebagai bentuk kewajibannya untuk berpamitan dengan para dosen maupun senior.
Dilansir dari laman unair.ac.idi, Statuta Universitas Airlangga merupakan peraturan dasar yang digunakan sebagai landasan penyusunan peraturan dan prosedur operasional di Unair. Pemberhentian Prof. Bus dinilai tidak sesuai dengan Statuta Universitas Airlangga pasal 35 yang berbunyi:
Dekan dan wakil dekan akan diberhentikan apabila
a. Berakhir masa jabatannya;
b. Meninggal dunia;
c. Mengundurkan diri;
d. Sakit yang menyebabkan tidak mampu bekerja secara permanen;
e. Sedang studi lanjut dan/atau
f. Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan perbuatan yang diancam pidana penjara.
Ketidaksesuaian putusan pemecatan Prof. Bus dengan statuta ini dinilai telah melukai integritas dan transparansi Unair. Selain itu, hal ini juga dinilai sebagai pembatasan kebebasan berpendapat di lingkungan akademik. Padahal lingkungan akademik adalah lingkungan yang paling ideal untuk melakukan dialog-dialog keakademikan.
Aksi solidaritas pun segera dilakukan oleh puluhan guru besar FK Unair bersama mahasiswa. Aksi ini juga dihadiri oleh Guru Besar FK Unair sekaligus mantan Rektor Unair 2001-2006, Prof Puruhito. Dalam orasinya, ia mengatakan bahwa keputusan tersebut tergesa-gesa dan tidak ada keterangan pasti alasan pemecatan sepihak tersebut.
Presiden BEM Unair, Aulia Thaariq Akbar, memberikan pernyataan mengenai langkah selanjutnya yang akan dilakukan BEM Unair setelah merilis pernyataan sikap. “Sembari menunggu kampus yang masih belum bersuara terkait tuntutan dari berbagai pihak, BEM Unair Bersama dengan BEM KM FK akan menjajaki pendapat per fakultas,” kepada Tempo.co, Jumat, 5 Juli 2024.
Ia mengatakan lebih lanjut untuk sementara ini akan mengumpulkan satu suara yang menyerukan keresahan terkait represifitas kebebasan berpendapat dalam ruang lingkup akademik untuk kemudian dibawa berdialog dengan pihak Rektorat Unair. Presbem Unair tersebut juga menjelaskan selalu ada kemungkinan untuk berdialog antara sivitas akademika dengan pihak Rektorat, namun hingga saat ini pihak Rektorat masih enggan untuk memberikan tanggapan.
“Goals yang ingin kita capai dalam aksi-aksi ini tentunya adalah dilaksanakannya tuntutan-tuntutan yang tertera dalam pernyataan sikap BEM Unair seperti pencabutan SK pemecatan sepihak Dekan FK Unair, penjaminan atas kebebasan berpendapat di lingkungan kampus sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia dan prinsip-prinsip demokrasi, serta adanya transparansi dalam pengambilan keputusan terlebih kebijakan yang berpotensi kontroversial,” kata Aulia.
SRI DWI APRILIA | AISYAH AMIRA WAKANG
Pilihan Editor: Rektor Unair Irit Bicara Pemecatan Prof Bus: Sori Enggak Ada Statement