TEMPO.CO, Jakarta - Pada 21 Mei 1998, tepat 26 tahun lalu, Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden setelah menjabat selama 32 tahun. Keputusan ini tidak terlepas dari pergerakan mahasiswa serta elemen masyarakat yang melawan rezim Orde Baru. Demonstrasi besar-besaran di sejumlah kota di Indonesia memicu gelombang desakan reformasi yang akhirnya memaksa Soeharto mundur.
Pada peristiwa Reformasi 1998 tepatnya pada 21 Mei 1998, setelah menyadari bahwa posisinya tidak lagi dapat dipertahankan, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka, Jakarta, dengan disaksikan oleh beberapa pejabat tinggi negara. Dalam pidato singkatnya, Soeharto menyatakan mundur dari jabatan Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden, B.J. Habibie.
Langkah-Langkah Sebelum Soeharto Lengser
1. Soeharto Berbicara dengan Nurcholish Via Telepon
Pada masa itu, kalangan intelektual turut bersuara. Budayawan Yogyakarta, Emha Ainun Nadjib, menggalang pertemuan dengan berbagai tokoh, salah satunya berlangsung di Hotel Wisata pada 17 Mei 1998 dan dihadiri oleh Nurcholish Madjid. Pertemuan ini menjadi bahan pembicaraan luas, bahkan Soeharto sempat berbicara dengan Nurcholish melalui telepon.
Dalam percakapan tersebut, Nurcholish menyampaikan isi pertemuan, yang membuat Soeharto merespons dengan mengatakan bahwa ia akan segera mengumumkan pengunduran dirinya. Saat Nurcholish bertanya kapan pengumuman tersebut akan dilakukan, Soeharto menjawab, "Besok." Nurcholish terkejut dengan kecepatan keputusan itu, dan Soeharto menyarankan agar pengumuman dilakukan bersama tokoh-tokoh masyarakat yang nama-namanya diusulkan oleh Nurcholish dan Soeharto sendiri.
2. Soeharto Meminta Mahasiswa Mengakhiri Protes Unjuk Rasa
Pada April 1998, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri, melakukan demonstrasi menuntut reformasi politik. Soeharto meminta mahasiswa untuk menghentikan protes dan kembali ke kampus, yang disampaikannya pada 15 April 1998.
3. Pernyataan Soeharto tentang Reformasi
Pada 1 Mei 1998, melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dachlan, Presiden Soeharto menyatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai pada tahun 2003. Pernyataan ini segera memicu respons keras dari berbagai kalangan, terutama mahasiswa yang mendesak perubahan lebih cepat.
Sehari kemudian, pada 2 Mei 1998, Soeharto meralat pernyataannya dan mengumumkan bahwa reformasi bisa dimulai pada 1998. Langkah ini diambil dalam upaya meredam ketegangan dan merespons tuntutan mendesak dari masyarakat yang semakin menginginkan perubahan segera.
4. Soeharto Memanggil Sembilan Tokoh Islam
Pada 19 Mei 1998, Soeharto mengundang sembilan tokoh Islam, termasuk Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Pertemuan ini berlangsung selama 2,5 jam, meskipun awalnya direncanakan hanya 30 menit. Dalam pertemuan tersebut, para tokoh menjelaskan situasi terkini, di mana elemen masyarakat dan mahasiswa terus mendesak agar Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
5. Soeharto Lengser
Dalam pertemuan dengan sembilan tokoh Islam, Soeharto mendengar bahwa berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa menginginkannya mundur dari jabatan presiden. Namun, Soeharto menolak permintaan tersebut dan mengusulkan pembentukan Komite Reformasi. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak ingin dipilih lagi sebagai Presiden, tetapi pernyataan ini tidak meredam aksi massa. Bahkan, jumlah mahasiswa yang berunjuk rasa di Gedung MPR semakin bertambah.
Detik-detik Soeharto lengser merupakan puncak dari krisis multidimensional yang melanda Indonesia pada akhir 1990-an. Keputusan mundurnya Soeharto membuka lembaran baru dalam sejarah Indonesia, meskipun proses transisi menuju reformasi tidaklah mudah dan masih menyisakan banyak tantangan hingga sekarang.
SHARISYA KUSUMA RAHMANDA I DEWI NURITA
Pilihan Editor: Pidato Lengkap Soeharto Lengser 26 Tahun Lalu: Saya Memutuskan untuk Menyatakan Berhenti dari Jabatan Saya