TEMPO.CO, Jakarta - Demonstrasi mahasiswa dari berbagai kampus 26 tahun lalu mengakhiri 32 tahun kekuasaan Presiden Soeharto. Diiringi sejumlah kerusuhan di berbagai daerah, massa aksi mahasiswa dan aktivis yang dikenal sebagai gerakan Reformasi 1998 itu memaksa Soeharto, yang gagal mengatasi krisis ekonomi, lengser dari kursi presiden.
Kerusuhan Mei 1998 merupakan bagian kelam dalam sejarah Indonesia, di mana terjadi pelanggaran HAM secara besar-besaran. Peristiwa ini menandai akhir dari pemerintahan Soeharto dan awal dari semangat reformasi. Dimulai dengan puluhan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Soeharto dan menyerukan reformasi nasional.
Pada Mei 1998, Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun akhirnya lengser. Gerakan mahasiswa UI yang menolak pidato pertanggungjawaban Soeharto di Gedung DPR/MPR menjadi pemicu utama. Meskipun demikian, pada 11 Maret 1998, Soeharto dan BJ Habibie tetap dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Kemudian, pada 14 Maret 1998, mereka membentuk "Kabinet Pembangunan VII."
Seperti petinju yang terpojok di sudut ring setelah menerima pukulan bertubi-tubi, posisi Soeharto semakin terdesak. Tiran Orde Baru ini tinggal menunggu waktu untuk jatuh KO. Pada 18 Mei 1998, mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR, membuat tuntutan agar Soeharto mundur semakin serius. Pada hari yang sama, Ketua DPR/MPR Harmoko, yang dua bulan sebelumnya masih mendukung pencalonan Soeharto, mendesak presiden untuk mundur.
Akhirnya, Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan setelah mendapat tekanan dari gerakan reformasi yang dipimpin oleh mahasiswa. Demonstrasi besar-besaran di berbagai kota di Indonesia juga berperan penting dalam membawa negara ini memasuki era reformasi.
Berikut kilas balik peristiwa 18 Mei 1998:
Mahasiswa Geruduk Gedung DPR dan MPR
Mahasiswa mulai menduduki gedung DPR/MPR, yang dipenuhi sorak-sorai ribuan mahasiswa, puluhan cendekiawan, dan beberapa pensiunan jenderal. Mereka menuntut reformasi dan mendesak presiden untuk mempertanggungjawabkan tindakannya serta mundur dari jabatannya. Menjelang sore, sekitar pukul 15.00, ratusan mahasiswa meninggalkan gedung DPR/MPR sambil menyanyikan yel-yel tentang reformasi yang mereka ciptakan sendiri.
Harmoko Imbau Soeharto Mundur
Pada 18 Mei 1998, Harmoko, Ketua DPR/MPR periode 1997-1999, menyampaikan pidato yang mengimbau Presiden Soeharto untuk mundur dengan bijaksana. Namun, pada pukul 23.00, Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto menyatakan bahwa pernyataan Harmoko hanya merupakan pandangan pribadi karena tidak melewati mekanisme rapat DPR.
Pada 19 Mei 1998, Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam untuk menjelaskan situasi terkait tuntutan masyarakat dan mahasiswa agar dirinya mundur. Soeharto menyatakan bahwa ia tidak akan mencalonkan diri lagi sebagai Presiden, tetapi hal ini tidak menghentikan aksi massa. Gedung MPR semakin dipenuhi oleh mahasiswa yang berdemo.
Akhirnya, pada Kamis, 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dari kursi kepresidenan di Istana Merdeka pada pukul 09.05, dan BJ Habibie menjadi penggantinya. Runtuhnya era Orde Baru setelah 32 tahun berkuasa dirayakan oleh jutaan masyarakat Indonesia dan disiarkan oleh berbagai media. Reformasi ini juga didorong oleh Tragedi Trisakti yang menjadi salah satu faktor utama keinginan rakyat Indonesia untuk perubahan.
SUKMA KANTHI NURANI | TIARA JUWITA | NI MADE SUKMASARI
Pilihan Editor: Mei Bulan Reformasi: Kapan #ReformasiDikorupsi Mulai Muncul, Apa Pencetusnya?