TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pegiat demokrasi dan pakar hukum pidana mengkritisi draft revisi Rancangan Undang-Undang tentang Keimigrasian (UU Keimigrasian) yang disetujui menjadi usul inisiatif DPR.
Pasal yang dikritik dalam revisi UU Keimigrasian ihwal usulan Pasal 16 Ayat (1) huruf b. Pasal itu berbunyi: Orang yang dapat ditolak pihak imigrasi bepergian ke luar negeri sebatas orang yang diperlukan untuk kepentingan penyidikan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Muhammad Isnur, mengatakan usulan tersebut kontradiktif dan pelik. Sebab, dengan memberikan keleluasaan kepada pihak yang berperkara meski dalam tahap penyelidikan, hal ini tak sesuai dengan prinsip hukum yang baik. "Ini sama saja memberikan pihak yang berperkara batu pijakan untuk melarikan diri," kata Isnur saat dihubungi, Jumat, 17 Mei 2024.
Isnur mencurigai terdapat tujuan terselubung dalam usulan Pasal ini. Sebab, dalam beberapa kasus, pihak yang kerap kali pergi ke luar negeri saat menjalani proses hukum, ialah mereka pejabat yang berperkara. "Mestinya untuk menguatkan, pencekalan yang diusulkan, bukan larangan kepada pihak imigrasi untuk menahan," ujar dia.
Pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar, menilai tak sepenuhnya usulan DPR pada Pasal 16 ayat (1) huruf b ini keliru. Dia mengatakan, larangan bagi pihak yang berperkara dalam tahap penyelidikan untuk bepergian memang menjadi dua mata pisau. "Di satu sisi ini bagus karena pihak tersebut diminta kooperatif. Namun di sisi lain sebaliknya," kata Fickar.
Sisi sebaliknya tersebut, Fickar melanjutkan, ialah mengabaikan asas praduga tak bersalah. Sebab, pihak yang berperkara di tahap penyelidikan tidak sepenuhnya dapat dikatakan sebagai pelaku atau terlibat dalam suatu peristiwa pidana. "Jika sudah tersangka baru bisa dicekal, ini kan belum ada statusnya," ucap dia.
Rabu lalu, Badan Legislasi atau Baleg DPR melakukan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Salah satu Pasal yang dibahas ihwal aturan hak seseorang bepergian ke luar negeri meski dalam proses penyelidikan.
Wakil Ketua Baleg DPR, Achmad Baidowi, mengatakan landasan dari dilakukannya revisi terhadap UU Keimigrasian dilakukan dengan merujuk putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU/IX/2011 dan putusan Nomor 64/PUU/IX/2011.
Menurut dia, revisi perlu dilakukan guna menguatkan dan memperjelas aturan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan saat ini. Pun dengan Pasal 16 ayat (1) huruf b, kata dia, Baleg DPR menilai bahwa dalam penyelidikan belum ditemukan bukti-bukti, sehingga belum memiliki kekuatan hukum tetap untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.
Pilihan editor: Ditemui Golkar, PKS Buka Peluang Koalisi di Pilkada Jakarta