TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menanggapi soal potensi menjadi penasihat Presiden terpilih Prabowo Subianto. Jokowi menyiratkan saat ini dia masih fokus bekerja.“Ini saya itu masih jadi Presiden sampai 6 bulan lagi lho. Masih presiden sekarang ini. sekarang masih bekerja sampai sekarang ini, ditanyakan begitu,” kata Jokowi sambil terkekeh, dalam keterangan pers usai meninjau Badan Layanan Umum Daerah Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa, 14 Mei 2024.
Wacana Jokowi menjadi penasihat Prabowo sudah beberapa kali mencuat. Politikus senior mantan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Maruarar Sirait, menyebut Jokowi akan menjadi penasihat khusus Prabowo.
Belakangan, Jokowi dimungkinkan untuk menjadi penasihat presiden terpilih Prabowo Subianto melalui pengaktifan kembali lembaga Dewan Pertimbangan Agung. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengonfirmasi ini saat sesi wawancara cegat di kompleks DPR/MPR, kawasan Senayan, Jakarta Pusat, padan Ahad, 12 Mei 2024. Muzani mengatakan saat ini semua kelembagaan tengah dikaji.
Muzani mengatakan ada beberapa lembaga yang mungkin sedang diperkuat. Tetapi ada beberapa kelembagaan yang sudah dipelajari untuk digabungkan dengan kementerian yang ada, atau dilebur, atau malah dilikuidasi. "Ya, beberapa lembaga sedang dalam kajian-kajian termasuk dewan pertimbangan presiden," kata Muzani, yang juga Wakil Ketua MPR.
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengusulkan Dewan Pertimbangan Agung kembali diaktifkan. Lembaga ini, kata Bamsoet, bisa menjadi bentuk formal presidential club yang ingin diinisiasi oleh Prabowo.
Dalam sambutan pelantikan Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta, Senin, 6 Mei 2024, Bamsoet menyoroti pentingnya membenahi berbagai persoalan Indonesia harus dimulai dengan membenahi SDM partai politik yang merupakan hulu demokrasi.
Wakil Ketua Umum Golkar ini menyebut pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan DPA sejajar dengan presiden sebagai lembaga tinggi negara. Namun pasca amandemen keempat konstitusi dan bergulirnya reformasi, keberadaan DPA dihapuskan.
Dewan Pertimbangan Agung dibentuk berdasarkan pada 16 UUD 194. DPA dihapus melalui amandemen pada 2003 karena lembaga ini dianggap kurang efektif.
Sebagai gantinya, konstitusi melalui pasal 16 memberikan kewenangan kepada presiden untuk membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang. Kemudian pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo dibentuklah Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Pilihan Editor: BEM UI Sebut Perubahan Kebijakan Kelompok UKT Bikin Biaya Kuliah Alami Kenaikan