TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi atau MK Anwar Usman digantikan oleh rekannya Guntur Hamzah dalam sidang sengketa pemilihan legislatif atau pileg di panel tiga. Pergantian hakim itu untuk mencegah adanya konflik kepentingan selama proses sidang perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU Pemilihan Legislatif 2024.
"Begini kenapa ini didahulukan? Karena menyangkut pihak terkait PSI, maka ada hakim kosntitusi (Anwar Usman) yang mestinya di panel tiga untuk perkara ini tidak bisa menghadiri," ujar hakim konstitusi Arief Hidayat saat memimpin panel tiga di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Senin, 29 April 2024.
Seperti diketahui, Anwar Usman dilarang menangani sidang sengketa pileg yang berkaitan dengan PSI. Ini adalah buntut sanksi etik dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK. Anwar dilarang ikut sidang yang berkaitan dengan PSI. Sebabnya partai tersebut dipimpin keponakannya, Kaesang Pangarep.
"Oleh karena itu, sementara digantikan panelnya oleh Yang Mulia Prof. Guntur Hamzah," ucap Arief.
Pantauan Tempo, Guntur Hamzah sempat menggantikan posisi Anwar Usman pada awal sidang panel tiga. Yakni, saat berlangsung sidang perkara 04-01-03-36/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 dengan PDI Perjuangan sebagai pemohon dan PSI sebagai pihak terkait.
Sidang pendahuluan digelar selama empat hari pada pekan ini. Mulai hari ini, Selasa 30 April, Kamis 2 Mei, dan Jumat 3 Mei. Dalam agenda ini, majelis hakim mendengarkan pokok-pokok permohonan.
Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan total ada 297 perkara dalam sengketa pileg 2024. Dia melanjutkan, ada 297 perkara dalam sidang sengketa pileg 2024.
Fajar menyebut, Partai Gerindra dan Partai Demokrat menjadi partai politik yang paling banyak mengajukan perkara masing-masing 32 perkara. Sedangkan jika dirinci per provinsi, kata dia, Papua Tengah menjadi provinsi dengan perkara perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU Legislatif 2024 paling banyak, yaitu 26 perkara.
Lebih rinci berdasarkan jenis pengajuan, 297 perkara terdiri dari 285 perkara DPR/DPRD dan 12 perkara DPD. "Dari 285 perkara tersebut, 171 diajukan oleh partai politik dan 114 diajukan oleh pemohon perseorangan," beber Fajar.
Fajar menuturkan, untuk perkara dengan pemohon perseorangan, perkara PHPU DPRD kabupaten/kota sebanyak 74 perkara, perkara DPRD provinsi 28 perkara, DPR RI 12 perkara, dan DPD RI 12 perkara.
Perkara sengketa pemilihan DPD 2024 meliputi sembilan provinsi, yaitu Papua Tengah, Papua Selatan, dan Riau (masing-masing 2 perkara), serta Maluku, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara (masing-masing 1 perkara).
Pilihan editor: PDIP Minta Suara PSI di Papua Tengah Jadi Nol, Hakim Guntur Hamzah: Tunjukkan Buktinya