TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini ramai diberitakan beberapa partai politik di luar Koalisi Indonesia Maju (KIM) menyatakan siap bekerjasama dengan pemerintahan Prabowo Subianto Gibran Rakabuming Raka. Lalu, bagaimana dengan sikap para mantan calon presiden, yakni Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo?
Dilansir dari Tempo, Anies menyebut dirinya enggan berandai-andai ihwal bergabung di kabinet Prabowo-Gibran. Sementara Ganjar jelas menyatakan menolak bergabung. Apa alasannya?
Anies: Tidak berandai-andai
Anies enggan berandai-andai mengenai dirinya bergabung dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai menteri. Pasalnya, kata Anies, dia belum mendapatkan tawaran itu hingga kini.
"Saya udah bilang kemarin, saya tidak berandai-andai, kalau saya jawab tidak nanti akan dibilang memangnya ditawarin? Saya bilang ya, memangnya ditawarin? Kan enggak," ujar Anies ditemui usai acara Halalbihalal PKS di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 27 April 2024.
Anies menyebut, saat ini dirinya sedang beristirahat setelah putusan sengketa pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia meminta semua pihak untuk menunggu keputusan yang akan diambil setelah kalah dalam Pilpres 2024.
"Saya sekarang rehat dulu setelah selesai proses di MK. Kita hormati proses bernegara, kami turun sampai tuntas. Sekarang lagi rehat dan kami ingin agar ikhtiar perubahan ini terjaga terus," ujar Anies.
Meski demikian, Anies menyebut, dirinya terbuka terhadap berbagai peluang usai Pilpres. Dia memastikan, isu perubahan akan terus dia kawal apapun posisi yang dia jalankan ke depan.
"Jadi sekarang kami jalani aja dulu setiap ada kesempatan untuk meneruskan gagasan perubahan kami teruskan," ucap dia.
Anies juga menyoroti kecenderungan masyarakat yang lebih banyak membicarakan pembagian kekuasaan usai Pilpres 2024. Menurut dia, hal itu menunjukkan kualitas demokrasi di Indonesia.
"Jadi kita lihat saja misalnya dalam percakapan di sini. 90 persen persoalan yang dibicarakan adalah soal siapa ditugasi jabatan apa. Kualitas demokrasi kita itu sangat ditentukan oleh praktik pemilu dan pilpres," kata dia.
Karena itu, Anies berharap, catatan hakim MK terutama dari tiga hakim MK yang memberikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dapat dijadikan catatan untuk memperbaiki demokrasi di Indonesia.
"Semua catatan hakim MK harus jadi bahan koreksi dan kami berharap DPR besok dan pemerintahan yang terbentuk nanti membawa agenda itu untuk dijadikan sebagai bahan penyusunan undang-undang," kata dia.