TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan, intervensi kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menangani sengketa Pilpres masih mungkin terjadi meski Anwar Usman tak terlibat dalam memutus perkara.
"Ruang intervensi tentu masih ada. Kendatipun Anwar Usman tidak ikut memutus pekara," ujar Herdiansyah saat dihubungi Tempo pada Ahad, 21 April 2024.
Herdiansyah menyebut, Anwar Usman memang tidak terlibat dalam memutus perkara. Namun, hal itu tak menjamin Anwar Usman tak terlibat dalam memutus perkara. Menurut Herdiansyah, Anwar Usman masih memungkinkan menjembatani komunikasi antara Presiden Joko Widodo dan hakim MK.
"Jangan lupa juga genealogi putusan 90, dimana terdapat hakim-hakim yang berperan meloloskan gibran. Mereka yang potensial jadi pintu masuk Jokowi," kata dia.
Seperti diketahui, putusan tersebut memungkinkan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi sekaligus kemenakan Ketua MK saat itu Anwar Usman, menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto.
Sebelumnya, Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan independensi Mahkamah Konstitusi tetap terjaga. Ini terutama dalam rapat permusyawaratan hakim alias RPH yang digelar hingga hari ini.
"Jadi saya kira, ekosistem independensi sejauh ini terjaga. RPH, RPH kami jaga juga," ucap Fajar pada 16 April lalu.
Fajar melanjutkan, rapat permusyawaratan hakim dilakukan secara tertutup. Bahkan, dirinya saja tidak mengetahui agenda apa yang dibahas dalam RPH tersebut.
"Bahkan handphone itu enggak boleh dibawa ketika RPH, baik hakim atau pegawai," tutur Fajar.
Dia melanjutkan, para pegawai MK yang bertugas dalam RPH juga telah disumpah. Sebab, apapun yang berada di dalam ruang rapat itu bersifat rahasia.
Seperti diketahui, sidang sengketa Pilpres tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi. Putusan perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU Pilpres akan diputuskan pada Senin besok.
Hingga hari ini, delapan hakim konstitusi masih melakukan rapat permusyawaratan hakim alias RPH guna memutus perkara PHPU Pilpres. Mereka adalah Suhartoyo, Saldi Isra, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.
YOHANES MAHARSO | AMELIA RAHIMA
Pilihan editor: Aktivis hingga Dosen Perempuan Kumpul di UGM Gelar Kampus Menggugat Kawal Putusan MK