TEMPO.CO, Jakarta - Pengajuan amicus curiae alias sahabat pengadilan atas perkara sengketa hasil Pilpres semakin banyak mendekati putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Bagaimana pengaruhnya terhadap putusan majelis hakim?
Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro, mengatakan hakim konstitusi wajib mempertimbangkan nilai-nilai yang berkembang di tengah masyarakat. Sehingga, amicus curiae semestinya dijadikan bahan pertimbangan dalam memutus perkara.
"Tentu amicus yang lahir dari analisa yang objektif," ujar Castro, sapaannya, kepada Tempo, Rabu, 17 April 2024.
Kendati demikian, dia menilai amicus curiae tidak akan dipertimbangkan secara signifikan dalam putusan sengketa hasil Pilpres. Sebab, menurut Castro, nuansa politis dalam tubuh MK masih terlalu kuat.
"Jadi, sepertinya hasil akhir sudah ditentukan sebelum putusan dibacakan," tutur dia.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Susi Dwi Harijanti mengatakan berpengaruh tidaknya amicus curiae terhadap pertimbangan MK tergantung pada hakim konstitusi dan isi dokumen sahabat pengadilan itu sendiri.
"Intinya, amicus curiae memberikan bantuan kepada hakim atau pengadilan dengan menawarkan informasi keaslian ataupun insight mengenai suatu isu atau suatu perkara yang sedang diperiksa," tutur Susi saat dihubungi pada Rabu malam.
Dia mencontohkan, hakim yang memeriksa sebuah perkara dan dihadapkan berbagai alat bukti bisa saja melewatkan sesuatu karena keterbatasan waktu.
"Dengan adanya amicus curiae--karena sifatnya informasi berdasarkan expertise dan memberikan insight--mungkin saja ada hal-hal baru yang dapat menjadi pertimbangan hakim ketika akan menulis putusan," ujar Susi.
Kendati demikian, dia menegaskan bahwa amicus curiae tidak memiliki kekuatan mengikat. Hal senada diungkapkan oleh pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar.
"Amicus itu kan pendapat sahabat pengadilan, tidak mengikat. Jangankan itu, keterangan ahli aja tidak mengikat para hakim," kata Uceng, sapaannya, saat dihubungi Tempo.
Di sisi lain, pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini mengungkapkan agak sulit mengukur signifikansi amicus curiae terhadap putusan majelis hakim.
Sebab, kata dia, hakim bersifat independen dan merdeka dalam membuat putusan berbasis alat bukti di persidangan. Kendati demikian, Titi menilai dokumen sahabat pengadilan bisa digunakan hakim untuk menguatkan analisis dan argumentasi hukum.
"Amicus curiae bisa menjadi pertimbangan dalam menguatkan keyakinan hakim dalam membuat putusan berdasar alat bukti yang ada," ujar Titi pada Tempo, Rabu.
Hingga Rabu sore, Mahkamah Konstitusi merekap telah menerima 22 amicus curiae terhadap sengketa hasil Pilpres dari berbagai elemen masyarakat. Teranyar, ada surat sahabat pengadilan yang diajukan oleh Habib Rizieq Shihab dan Din Syamsuddin dkk.
"Ini menjadi amicus curiae paling banyak saya kira," kata Juru Bicara MK, Fajar Laksono, saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Rabu siang. "Nah, itu menunjukan setidak-tidaknya publik punya atensi terhadap apa yang akan diputus oleh MK."
Pilihan Editor: Golkar Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Medan, Prioritaskan Kader Partai