TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan menteri atau pimpinan lembaga yang menolak panggilan hakim Mahkamah Konstitusi atau MK untuk bersaksi di sidang sengketa pemilihan presiden bisa terancam pidana.
Menurut Herdiansyah, jika MK sudah melayangkan panggilan secara patut dan sah terhadap mereka, para menteri atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus memenuhi panggilan. Apabila menolak hadir tanpa alasan yang jelas, mereka bisa terancam delik pidana.
“Bisa dipidana. Masuk dalam delik merintangi proses peradilan (obstructing justice), atau tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan (disobeying court orders),” kata Herdiansyah kepada Tempo, Selasa, 2 April 2024.
Tindakan menolak hadir untuk kepentingan peradilan ini tergolong contempt of court atau penghinaan terhadap lembaga peradilan. Herdiansyah menuturkan contempt of court ini merupakan prinsip universal dalam peradilan yang menyangkut upaya menjaga martabat dan kewibawaan peradilan.
“Dalam KUHP lama maupun yang baru mengatur soal contempt of court ini,” kata dia.
Herdiansyah mengatakan sebagai warga negara yang baik, menteri maupun DKPP yang dipanggil atas inisiatif majelis hakim Mahkamah Konstitusi ini mesti datang atas nama hukum. Kendati demikian, Herdiansyah menilai konsep pidana adalah alternatif terakhir.
“Itu terlalu jauh. Cukup menegaskan kalau pejabat publik harus patuh hukum,“ ujar dia.
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo mengumumkan majelis sepakat untuk memanggil empat menteri dan DKPP untuk memberikan keterangan dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Jumat besok, 5 April 2024.
Empat menteri yang dipanggil, yakni Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
Menteri Risma mengatakan siap hadir sebagai saksi di sidang Jumat nanti. Namun ia mengaku belum menerima surat panggilan saksi dari Mahkamah Konstitusi.
“Nanti, undangannya belum saya terima, nanti kalau sudah terima, yah saya datang lah," kata Risma saat melakukan kunjungan kerja di Kendari, Sulawesi Tenggara, 2 April 2024.
Setali tiga uang, Airlangga mengatakan masih menunggu surat panggilan dari MK. Namun ia siap hadir untuk menjelaskan persoalan bantuan sosial yang kemungkinan akan ditanyakan majelis hakim.
““Ya Insya Allah hadir.,” ujarnya ketika ditemui usai acara Buka Puasa Bersama Keluarga Besar Ormas MKGR di Hotel Four Seasons, Jakarta Selatan, pada Selasa, 2 April 2024.
Adapun Muhadjir Effendy menuturkan bakal memutuskan hadir atau tidak di MK setelah menerima surat panggilan. Menurut Muhadjir hingga Selasa, 2 April 2024, ia belum menerima surat panggilan tersebut.
Saat wartawan menanyakan kesiapan Muhadjir untuk hadir, menteri kelahiran Madiun, Jawa Timur itu kembali menegaskan bahwa undangan untuk bersaksi belum dia terima. “Belum ada undangan kok siap-siap,” kata dia di kantor Kementerian PMK.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan akan memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi untuk sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.
“Kalau ada undangan resmi, insya Allah kami datang,” kata Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Selasa.
Pilihan Editor: Wajib Penuhi Panggilan MK, Menteri Tak Perlu Izin Jokowi untuk Jadi Saksi di Sidang Sengketa Pilpres
EKA YUDHA SAPUTRA | DANIEL A. FAJRI DEFARA DHANYA PARAMITHA | ANTARA