TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum atau KPU menilai dalil permohonan capres dan cawapres nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar tidak jelas dan kabur. Apa alasannya?
"Permohonan pemohon nyata-nyata telah kabur, keluar dari perihal permohonan, dan semakin tidak jelas mendalilkan adanya perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU)," kata Kuasa Hukum KPU Hifdzil Alim dalam sidang sengketa Pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Kamis, 28 Maret 2024.
Hifdzil menuturkan, Anies-Muhaimin sebagai pemohon tidak mendalilkan adanya PHPU. Padahal, kata dia, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili dan memutuskan sengketa hasil Pemilu.
"(Anies-Muhaimin justru mendalilkan) hal-hal seperti nepotisme, pengangkatan penjabat kepala daerah yang masif untuk mengarahkan pemilihan, keterlibatan aparatur negara, pengerahan kepala desa, sampai dengan penyalahgunaan bantuan sosial," ujar Hifdzil.
Selain itu, pihaknya menilai dalil-dalil Anies dan Muhaimin alias Cak Imin dalam permohonannya juga tidak membeberkan dengan jelas mengenai pihak, objek sengketa, tempat terjadi perkara, maupun dasar hukum yang digunakan.
Hifdzil juga mengungkapkan eksepsi atau keberatan KPU lainnya. KPU menilai bahwa pelanggaran administrasi yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif alias TSM ditangani oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Mahkamah Agung.
Selain itu, kata dia, format permohonan PHPU yang diajukan oleh Tim Hukum Nasional AMIN tidak sesuai dengan pedoman penyusunan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi. Sehingga, format permohonan tersebut tidak memuat syarat formal.
"Permohonan pemohon harusnya ditolak atau sekurang-kurangnya tidak dapat diterima," tegas Hifdzil.
Sebelumnya, anggota Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) Bambang Widjojanto mengatakan Presiden Joko Widodo alias Jokowi menggerakkan atau membiarkan menteri di kabinetnya untuk memenangkan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Para menteri itu melakukan kampanye mendukung Prabowo-Gibran.
"Jokowi ternyata juga menggerakan atau setidak-setidaknya membiarkan beberapa anggota menteri kabinet terlibat dalam kampanye paslon 02 serta pejabat negara lainnya," kata Bambang dalam sidang perdana gugatan hasil pilpres 2024 di MK, Rabu, 27 Maret 2024.
Bambang menyebut beberapa menteri yang diduga melakukan kampanye memenangkan Prabowo-Gibran. Misalnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang disebut melakukan politisasi bantuan sosial kepada warga Mandalika, NTB.
Pilihan Editor: Soal Revisi UU MD3, Puan Maharani ke Dasco: Enggak Pernah Dengar, Kan?