Mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah itu menduga gugatan tersebut didasarkan pada Putusan MK Nomor 90. Padahal, putusan itu telah memiliki kekuatan hukum yang sah dan tidak selayaknya dipersoalkan kembali.
"Lagi pula aneh juga, putusan itu kan sifatnya final dan mengikat. Dan itu diputus di MK, lalu disoal lagi di MK. Tidak hanya itu, putusan itu pun sudah dijalankan dan berlaku efektif. Saya tidak melihat ada ruang yang terbuka untuk mempersoalkan hal itu lagi," tuturnya.
2. Analis Sosial Politik UNJ, Ubedilah Badrun: MK Sulit Kabulkan Jika Gugatannya Soal Angka Perolehan Suara
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menyebut gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud bisa dikabulkan jika pembuktiannya dapat meyakinkan hakim bahwa telah terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif atau TSM.
"Kalau kubu 01 dan 03 punya bukti empirik dan valid untuk membuktikan kecurangan secara TSM, saya kira putusan diskualifikasi pasangan pemenang itu hal yang mungkin terjadi. Tetapi jika tidak ada bukti yang meyakinkan, maka sangat sulit gugatan itu dikabulkan MK," ujar Ubedillah saat dihubungi pada Ahad, 24 Maret 2024.
Namun ada sejumlah catatan yang diberikan Ubedillah. Menurut dia, peluang gugatan 01 dan 03 ke MK sulit dikabulkan jika gugatannya soal angka atau kuantitatif perolehan suara. Namun, jika gugatannya secara kualitatif soal terjadinya kecurangan secara TSM dengan disertai data-data temuan empirik, valid, dan meyakinkan hakim MK, gugatan itu memungkinkan dikabulkan.
"Meskipun kemungkinannya fifty-fifty karena faktor subjektif para hakim yang masih mungkin muncul," kata dia.
Dia juga menyoroti alat bukti politisasi bantuan sosial yang diajukan oleh tim hukum dari kedua kubu. Menurut dia, bukti politisasi bansos sebenarnya bisa menjadi bukti untuk hak angket DPR. Namun di MK untuk gugatan TSM, kata dia, mungkin lebih pas menunjukkan bukti keterlibatan struktur kekuasaan dari presiden hingga aparat di level desa (terstruktur).
Kemudian menunjukan bukti semua itu dilakukan dengan perencanaan atau by design (sistematis) dan terjadi di mana-mana secara masif atau terjadi di lebih dari 50 persen provinsi di Indonesia.
YOHANES MAHARSO JOHARSOYO | ANDI ADAM FATURAHMAN | ANTARA
Pilihan editor: Setelah PPP Gagal Penuhi Ambang Batas Parlemen pada Pemilu 2024