TEMPO.CO, Jakarta - Untuk pertama kalinya dalam 50 tahun terakhir, Partai Persatuan Pembangunan atau PPP gagal lolos ke DPR RI. Salah satu partai politik tertua di Indonesia itu gagal memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen dalam Pemilu 2024.
Dalam rekapitulasi penghitungan suara nasional Pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang diumumkan pada 20 Maret lalu, partai berlambang ka’bah itu memperoleh suara nasional sebanyak 5.879.777 atau 3,87 persen.
Ketua DPP PPP Achmad Baidowi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024, mengaku terkejut lantaran PPP gagal memenuhi ambang batas untuk melaju ke Senayan. Padahal, kata dia, data internal PPP menunjukkan partainya melewati angka 4 persen atau melampaui ambang batas parlemen.
Menurut Awiek, sapaan akrabnya, hasil perolehan suara KPU berbeda dengan hasil internal PPP. Namun dia mengatakan PPP menghormati hasil rekapitulasi nasional yang diumumkan KPU sebagai bagian dari tahapan pemilu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pemilu, yakni 35 hari setelah pemungutan suara.
Mengajukan Gugatan PHPU Pileg 18 Provinsi ke MK
PPP mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pemilu legislatif (Pileg) 2024 di 18 provinsi ke Mahkamah Konstitusi atau MK pada Sabtu malam, 23 Maret 2024. Achmad Baidowi mengungkapkan gugatan itu diajukan karena terdapat suara PPP yang diduga hilang di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS), sehingga suara PPP dalam rekapitulasi KPU hanya menembus angka 3,87 persen.
"Gugatannya cukup banyak, ada di 18 provinsi. Kalau tidak salah ada sekitar 30-an daerah pemilihan (dapil)," ujar Awiek di Gedung MK, Jakarta, Sabtu malam.
Awiek menjelaskan gugatan PHPU didukung berbagai alat bukti yang menunjukkan suara PPP hilang di dapil-dapil tersebut, antara lain di Aceh, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Papua Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
Alat bukti tersebut terkait dengan data penghitungan internal PPP dibandingkan dengan hasil rekapitulasi suara KPU, berbagai bukti pemilu lainnya, serta peristiwa saat rekapitulasi suara. Dia menuturkan, jika ditotal, kehilangan suara PPP mencapai lebih dari 200 ribu.
Dari berbagai dapil yang dilaporkan, Awiek menilai salah satu hasil suara dapil yang paling merugikan PPP adalah di Papua Pegunungan.