TEMPO.CO, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan PPP tak lolos parlemen berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Partai berlambang ka’bah itu hanya mendapat 5.878.777 suara atau 3,87 persen. Padahal, syarat partai politik bisa duduk di Senayan adalah dapat menembus ambang batas parlemen sebesar 4 persen.
Pakar politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan salah satu faktor PPP tak lolos parlemen adalah terjadinya konflik di pucuk pimpinan partai berupa pergantian ketua umum pada September 2022.
Ketika itu, Muhammad Mardiono ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas atau Plt Ketua Umum PPP menggantikan Suharso Monoarfa. Pergantian ini buntut dari kontroversi Suharso soal amplop kiai yang memicu masalah internal partai.
“Konflik yang menyertasi PPP sebelum Pemilu membuat pandangan publik tidak baik. Ini merugikan PPP,” kata Ujang saat dihubungi pada Rabu, 20 Maret 2024.
Ujang menilai harusnya menjelang Pemilu sebuah partai mesti mengonsolidasikan mesin partai agar bisa berjalan maksimal, bukan justru berkonflik. Dalam keadaan seperti ini, Ujang menilai berdampak pada lengahnya partai dalam Pemilu.
“Sebelum Pemilu harusnya konsolidasi dan bersatu, kerja keras. Kurang bersatu dan lengah,” kata Ujang.
Selain PPP, ada sembilan partai lain yang tak lolos parlemen. Mereka adalah Partai Solidaritas Indonesia atau PSI Partai Perindo, Partai Gelora, Partai Hanura, Partai Buruh, Partai Ummat, Partai Bulan Bintang, Partai Garuda, dan Partai Kebangkitan Nusantara.
Sementara itu, ada tujuh partai yang lolos ke parlemen berdasarkan hasil rekapitulasi nasional KPU. Mereka adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai NasDem, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Demokrat.
Pilihan editor: Ganjar Pranowo Bakal Antar Langsung Gugatan Sengketa Pilpres ke MK