TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen Nugraha Gumilar membantah pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang menilai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak menormalisai kekerasan.
Adapun penilaian itu merupakan tanggapan koalisi atas pernyataan KSAD yang menyatakan serangan prajurit TNI kepada Polres Jayawijaya belum mencapai taraf serius karena tak menimbulkan korban jiwa.
Kasus penyerangan yang dilakukan sekelompok prajurit Yonif 756/WMS terjadi Sabtu malam, 1 Maret 2024. Yonif 756/WMS bermarkas di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan. Penyerangan ini merusak kaca jendela di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu atau SPKT Polres Jayawijaya serta beberapa ruangan.
Nugraha menyebut, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menerapkan secara konsisten punish and reward, sehingga tidak tepat jika dikatakan TNI permisif atau menormalisasi kekerasan. Dalam beberapa kasus, TNI memberikan hukuman berat kepada prajuritnya sesuai tingkat kesalahannya.
"Seperti kejadian pembununan oleh prajurit Paspampers dengan hukum mati, seorang Pamen yang membuang korban laka lalu lintas ke sungai beberapa waktu lalu dengan hukuman seumur hidup," ucap Nugraha dalam keterangannya kepada Tempo pada Senin, 11 Maret 2024.
Sementara itu, kata Nugraha, kejadian penyerangan Polres Jayawijaya saat ini masih dalam proses penyelidikan. Meski demikian, dia menyebut, Pangdam Cendrawasih telah menegaskan setiap prajurit yang melanggar akan mendapatkan sanksi hukuman.
Nugraha juga membantah tudingan Koalisi yang menilai peradilan militer lemah karena tak mampu memberikan sanksi yang tegas kepada anggota TNI yang melakukan tindak kriminal. Dia mengklaim, dengan penegasan Pangdam bahwa prajurit pelaku penyerangan akan mendapat sanksi hukuman, sudah menunjukkan peradilan militer tidak lemah.
"Tapi justru sebaliknya menjalankan tupoksinya secara konsisten dan berkeadilan dan tidak dapat dipengaruhi oleh pihak manapun," tutur Nugraha.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan sebelumnya mendesak DPR segera memanggil dan mengevaluasi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak atas sikapnya yang dinilai menormalisai kekerasan.
Tak hanya itu, Koalisi meminta Komnas HAM menyikapi sikap KSAD yang membiarkan kekerasan itu terjadi dan mendesak para pelaku kekerasan diproses hukum. Koalisi juga mendesak Presiden dan DPR segera mereformasi peradilan militer dengan membuat perpu tentang perubahan sistem peradilan militer atau mengajukan revisi Undang-Undang tentang Peradilan Militer.
Koalisi menilai tidak ada alasan yang dapat dibenarkan atas serangan anggota TNI itu. Menurut Koalisi, serangan oknum angota TNI ke Polres Jayawijaya itu adalah tindakan yang melawan dan melanggar hukum. "Sudah seharusnya yang dilakukan pimpinan TNI adalah mengecam dan tidak menoleransi tindakan semacan itu," tulis Koalisi Sipil.
Tak berhenti di situ, Koalisi menilai pernyataan KSAD berbahaya karena berpotensi tidak memberikan efek jera kepada anggota TNI pelanggar hukum. Dengan begitu, Koalisi menilai kejadian-kejadian serupa sangat mungkin terjadi karena dinormalisasi oleh KSAD. "Pernyataan itu dapat menormalisasi kekerasan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum TNI," tulis Koalisi.
Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari gabungan berbagai organisasi. Mereka yaitu Imparsial, Kontras, Amnesty International, PBHI, YLBHI, Centra Initiative, Walhi, HRWG, ICW, Forum de Facto, ICJR, Setara Institute, LBH Masyarakat, dan AlDP Papua.
YOHANES MAHARSO | HAN REVANDA PUTRA
Pilihan Editor: PDIP Sebut Punya Bukti Suara Ganjar-Mahfud Dikunci 17 Persen di KPU