TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luluk Nur Hamidah, menanggapi soal adanya intimidasi terhadap para tokoh partai yang akan mengusulkan hak angket terkait dugaan kecurangan penyelenggaraan Pemilu 2024.
“Saya harap itu tidak terjadi. Hak angket itu hak konstitusional, tujuannya juga untuk perbaikan sistem,” ujar Luluk ketika dihubungi Tempo, Kamis, 7 Maret 2024.
Menurut dia, semua pihak harusnya mendukung pengajuan hak angket agar demokrasi Indonesia selamat dan sehat. “Modus intimidasi itu yang justru merusak demokrasi kita, termasuk Pemilu 2024,” tuturnya.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kata Luluk, susah seharusnya melakukan fungsi check and balance. “Toh ini ruang klarifikasi, penyelidikan DPR justru baik dong, berarti lembaga ini bekerja dengan benar,” ucap dia.
Luluk juga menegaskan bahwa publik bakal memantau seluruh proses ini. “Publik juga mendukung, (merujuk pada) survei Kompas 62 persen (dukung hak angket).”
Sebelumnya, anggota DPR RI itu menyebut Pemilu 2024 merupakan Pemilu paling brutal yang pernah ia ikuti sejak 1999. “Saya belum pernah melihat ada sebuah proses pemilu sebrutal dan semenyakitkan ini di mana etika dan moral politik berada di titik minus kalau tidak bisa dikatakan di titik nol,” kata Luluk saat Rapat Paripurna ke-13 DPR Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024, Selasa, 5 Maret 2024.
Indikator etika dan moral politik berada di titik terendah, menurut dia, ketika para akademisi, budayawan, mahasiswa dan rakyat biasa berteriak ada kecurangan dalam pemilu.
Dia pun mendukung hak angket kecurangan pemilu untuk mengungkap dugaan kecurangan selama proses pemilu. “Tidak ada boleh satupun pihak yang mencoba memobilisasi sumber daya negara untuk memenangkan salah satu pihak walaupun mungkin itu ada hubungan dengan anak, saudara, kerabat, atau relasi kuasa yang lain,” kata anggota Komisi VI tersebut.
Menurut Luluk, pemilu tidak bisa sekadar dilihat berdasarkan hasil, tetapi juga dalam konteks proses. Pemilu tidak serta merta selesai apabila prosesnya penuh dengan intimidasi apalagi dugaan kecurangan, pelanggaran etika, politisasi bansos, dan intervensi kekuasaan.
Oleh karena itu, dia meminta anggota DPR untuk menggunakan fungsi pengawasannya melalui hak angket. “Melalui hak angket inilah kita akan menemukan titik terang seterang-terangnya sekaligus juga mengakhiri desas-desus kecurigaan yang tidak perlu,” ujarnya.
DEFARA DHANYA | EKA YUDHA
Pilihan Editor: Diagram Perolehan Suara di Sirekap Hilang, Apa Tanggapan Perludem?