TEMPO.CO, Jakarta - Migrant Care, organisasi yang mengurusi pekerja migran Indonesia mengungkap dugaan praktik jual beli surat suara pemilu di Malaysia pada Sabtu 10 Februari 2024. Surat suara pemilu itu dijual dari harga 25-50 Ringgit Malaysia atau setara Rp81 ribu hingga Rp163 ribu.
Praktik jual beli surat suara itu terungkap saat Muhammad Santosa Staf Pengelolaan Data dan Publikasi Migrant Care berkunjung ke Kuala Lumpur dalam tugas pengawasan pemilu. Pada 8 Februari 2024, Santosa menemui sahabat karibnya di sebuah lobi hotel di Kuala Lumpur, sekitar pukul 15.00. Gedung itu terletak di kawasan Titiwangsa, salah satu kawasan di pinggiran Kuala Lumpur.
Dari hotel ini Santosa berkenalan dengan seorang pria, yang usianya sekitar 40 tahun. Pria ini datang bersama temannya. Dalam obrolan mereka muncul cerita jual beli surat suara pemilihan umum atau Pemilu 2024.
"Aku dikenalkan temanku kepada temannya. Temannya ini menawarkan menjual surat suara," kata Santosa, saat dihubungi Tempo, pada Kamis, 29 Februari 2024.
Santosa menyebut pria yang menjadi lawan bicaranya saat itu mengira dirinya bagian dari tim sukses calon anggota legislatif, yang berkunjung ke Kuala Lumpur mencari dukungan suara. Selain itu, Santosa juga dianggap punya koneksi yang bisa dihubungkan dengan caleg yang butuh surat suara.
"Mas ini ada surat suara sekitar 5000-an. Bisa dijual ke siapa? Harga satu surat suara 25 Ringgit Malaysia," tutur Santosa menirukan ucapa pria tersebut. Di situlah ia tersentak setelah dikabarkan ada surat suara di tangan calo.
Ia pun berusaha mengulik informasi lebih banyak dari pria tersebut. "Nah, aku tanya. Sampai banyak banget, Mas?" ujar dia.
Santosa mengatakan pria itu bercerita, bahwa surat suara tersebut dikumpulkan oleh beberapa orang. Alasannya, mengepul ribuan surat suara itu tak bisa dikerjakan satu orang karena bisa menguras waktu cukup lama. "Misalnya, mau kumpulkan lima ribu surat suara itu berapa hari? Ini masalah waktu, kalau banyak orang kan cepat," ujar Santosa.
Setelah mendapatkan surat suara, para calo langsung mencari calon Dewan Perwakilan Rakyat atau timnya, yang mau bersedia membayar surat tersebut. "Ketika ada orang yang cari surat suara, ya udah kita tawarkan. Nah, gimana sampeyan, mau enggak?" kata pria itu lagi kepada Santosa.
Ketika ditawarkan surat suara di tangan calo ini, Santosa menolak. Kepada pria itu, dia mengaku tak mengenal caleg atau jaringan yang biasa membeli surat suara ini. "Aku enggak punya jaringan, Mas. Enggak punya kenalan caleg seperti itu," ujar Koordinator Program Migrant Care Jawa Barat itu menjawab calo tersebut.
Santosa bercerita kepada calo itu bahwa ia datang hanya untuk melihat langsung suasana pemilu yang digelar di Kuala Lumpur. "Saya semakin yakin 99 persen ada jual beli surat suara karena, dengar langsung dari mafianya, gitu lho," tutur dia.