Hidayat menjelaskan berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 34 Tahun 2016, KUA di tingkat kecamatan merupakan unit pelaksana teknis Kemenag yang bertanggung jawab dan berada di bawah Ditjen Bimas Islam. Hidayat pun mempertanyakan usulan Yaqut soal KUA mengurusi pencatatan nikah semua agama itu disampaikan juga pada rapat kerja Ditjen Bimas Islam.
"Sangat disayangkan, di forum raker dengan Bimas Islam, yang seharusnya mengutamakan pembahasan peningkatan pelayanan untuk masyarakat Islam, justru digunakan untuk membahas yang bukan lingkup tugas dan tanggung jawab (Ditjen) Bimbingan Masyarakat Islam," ujar dia.
Dia juga menilai usulan soal pencatatan nikah semua agama di KUA tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia. Hal itu juga tidak selaras dengan aturan yang berlaku, termasuk amanat Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 dan justru dapat menimbulkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non-muslim karena bisa menimbulkan inefisiensi prosedural.
"Apalagi soal menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah bagi semua agama, yang berdampak luas dan melibatkan semua umat beragama, belum pernah dibahas dengan Komisi VIII DPR RI; sementara banyak warga yang kami temui saat reses merasa resah dan menolak rencana program yang disampaikan Menag (Yaqut) tersebut," kata dia.
Selain tidak relevan, kata Hidayat, kebijakan itu akan semakin memberatkan KUA, yang sebagian besar mengalami kekurangan sumber daya manusia (SDM) dan tidak memiliki kantor sendiri.
BAGUS PRIBADI | ANTARA
Pilihan editor: Kata Gibran hingga AHY Soal Rencana Pembentukan Kabinet Prabowo