TEMPO.CO, Solo - Calon Presiden (Capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengungkapkan Tim Pemenangan Nasional atau TPN dan pendukungnya mempertanyakan soal hasil hasil quick count atau hitung cepat yang memposisikan pasangan nomor urut tiga di urutan terbawah. Hasil real count sementara versi Komisi Pemilihan Umum atau KPU pada Jumat pagi, 16 Februari 2024, pasangan nomor urut 3 Ganjar-Mahfud menunjukkan Ganjar perolehan suara 9.559.888 atau 17.97 persen.
Ganjar menyebut ada anomali dalam hasil hitung cepat yang sedang berlangsung.
Baca juga:
Saat dimintai tanggapan berkaitan dengan hal itu, Ketua DPC PDI Perjuangan (PDIP) Kota Solo FX Hadi Rudyatmo memilih menunggu putusan resmi KPU.
"Ya kembali lagi ke semua. Saya tidak akan komentari yang macam-macam. Untuk penghitungan sementara, quick count-nya seperti itu. Kita tunggu saja hasil keputusan KPU yang resmi," ujar Rudy, sapaan akrab FX Hadi Rudyatmo, saat ditemui awak media di kediamannya di Pucangsawit, Kecamatan Jebres, Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat, 17 Februari 2024.
Rudy menyebut dalam kompetisi pasti ada yang juara ada yang tidak. Menurutnya, jika sudah ada pengumuman dari KPU terkait hasil Pemilu 2024, maka tentu saja semua harus dilaksanakan.
"Yang namanya kompetisi pasti ada yang juara ada yang tidak. Ya kalau nanti sudah ada pengumuman pemenangnya dari keputusan KPU, apapun yang harus dilakukan ya dilakukan sebagai rakyat Indonesia," kata dia.
Ditanya soal survei atau penghitungan suara oleh PDIP, Rudy memperkirakan perolehan kursi legislatif di DPRD Kota Solo dari Pemilu kali ini sebanyak 25 kursi. Dia mengakui jumlah itu turun dari jumlah kursi PDIP hasil Pemilu 2019 yang sebanyak 30 kursi.
"Kalau untuk legislatif PDIP memang masih unggul biarpun kita tidak ada istilah money politics (politik uang). Semua hanya pelayanan-pelayanan, membantu kepentingan masyarakat umum, bukan orang per orang," tuturnya.
Disinggung tentang faktor yang menyebabkan berkurangnya jumlah perolehan kursi di DPRD Kota Solo bagi PDIP itu, Rudy mengatakan hal itu tak lepas dari maraknya bantuan sosial (bansos), bantuan langsung tunai (BLT) lain yang sudah ditransfer, dan adanya praktik politik uang tersebut.
"(Tapi dari sisi jumlah?) Memang berkurang ya dari 30 berkurang 25. Tapi data masuk belum 100 persen. Itu wajar karena kader saya, caleg saya mengandalkan militansi dan itu perintah saya, tidak boleh money politics. Anak saya pun tidak boleh money politics, kalau money politics berarti tidak sesuai jargonmu 'Lahir untuk Melayani'," ucap dia.
Dia mengungkapkan selain bansos dan BLT, praktik politik uang pun marak menjelang bahkan hingga hari pemungutan suara. Namun dia mengklaim, dari pihaknya dengan tegas melarang para kader dan calegnya untuk melakukan politik uang tersebut.
"Penyebab ya dengan qadanya bansos, BLT yang lain sudah ditransfer, lantas money politics. Itu kan kenceng sekali. Saya ngomong boleh percaya boleh nggak, anak-anak saya (kader dan caleg) sudah berjuang mati-matian kaya gini kalahnya juga dengan adanya bansos, dengan uang serangan fajar pada H-1, H-2, bahkan saat coblosan pun masih ada. Tapi ya bicara apapun itu tidak akan menggagalkan Pemilu," katanya.
Namun, dia memastikan pihaknya telah melarang kader dan caleg dari PDIP melakukan hal yang sama.
"Saya nggak kurang-kurang menggembleng kader saya dan saya melarang (kader dan caleg PDIP). Tidak! Pesan saya selalu ke kader atau caleg, 'Kalau kamu memang disukai rakyat ya kamu akan terpilih. Tapi kamu kalau door to door ya sampaikan apa yang akan kamu lakukan nanti jika terpilih sebagai wakil rakyat. Saya nggak kurang-kurang menggembleng kader dan caleg saya seperti itu," jabarnya.
SEPTHIA RYANTHIE
Pilihan Editor: Mahfud Md: Apapun Hasil Pilpres, Saya Akan Terus Berjuang untuk Demokrasi dan Keadilan