Sejumlah civitas akademika dan guru besar dari berbagai fakultas UGM membacakan Petisi Bulaksumur menyesalkan berbagai penyimpangan pemerintahan Jokowi, di Balairung UGM, Yogyakarta, Rab, 31 Januari 2024. EIBEN HEIZER/TEMPO
Pihak Rektorat UGM sebut Petisi Bulaksumur bukan atas nama kelembagaan.
Petisi ini memang bukan kelembagaan. Sebab, UGM sebagai lembaga tidak mungkin mengungkapkan pendapat. Manusia yang berada di dalamnya yang bisa bersikap. Sivitas akademika UGM yang bersuara. Kalimat yang menyatakan petisi bukan kelembagaan perlu dipahami maknanya.
Petisi ini juga tidak berhubungan dengan rektor. Petisi ini ditujukan sesama alumnus UGM, bukan sesama mahasiswa UGM. Alumnus udah lulus sehingga tidak ada hubungan. Petisi ini pun resmi diselenggarakan oleh PSP, didiskusikan di Balai Senat UGM yang tidak bisa dimasuki sembarangan orang, dan dideklarasikan di Balairung UGM.
Seberapa jauh keprihatinan terhadap situasi demokrasi saat ini sampai lahir Petisi Bulaksumur?
Demokrasi saat ini sangat memprihatinkan, dapat dilihat dari dua kejadian utama. Pertama, Jokowi mencla-mencle yang seharusnya sebagai pemimpin negara dari Solo perlu memegang teguh budaya Jawa. Jokowi seharusnya memegang sabdo pandito ratu yang berarti ucapan kepala negara tidak boleh mencla-mencle.
Kedua, Jokowi harus menyadari bahwa kasus Gibran sah secara hukum, tetapi cacat etika. Tindakan ini semakin menunjukkan bahwa Jokowi melakukan pembelaan yang salah. Bahkan, sudah melakukan tindakan pembodohan. Menurut ilmu psikologi, orang yang berbohong cenderung mempertahankan kebohongannya untuk menjaga marwahnya.
Keputusan tersebut cenderung dibenarkan yang berakhir menjadi kenyataan salah, seperti terwujud dalam pernyataan presiden boleh memihak dan berkampanye serta masalah bantuan sosial (bansos).
Petisi Bulaksumur menjadi salah satu pencetus gerakan moral di banyak perguruan tinggi lainnya, Bagaimana tanggapannya?
Sangat bersyukur lantaran kampus lain menangkap pesan yang disuarakan. Pihak UGM tidak memberikan pengaruh dan kuasa kepada kampus lain untuk membuat petisi terkait demokrasi saat ini.
Jika terpengaruh, kampus lain juga memiliki kesamaan rasa. Salah satu rasa tersebut adalah etika. Dorongan kuat kami (para guru besar) untuk menulis ini adalah permasalahan etika yang tidak terperhatikan oleh Jokowi sehingga sangat mengkhawatirkan. Jika Jokowi tidak berubah, cacat etika akan terjadi dalam demokrasi.
Selanjutnya: Prof Koentjoro tanggapi dituduh gerakan partisan