TEMPO.CO, Jakarta - Quick Count adalah proses hitung cepat yang dilakukan oleh lembaga survei. Perhitungan cepat ini biasanya mendapat perhatian publik sembari menunggu perhitungan manual yang dilakukan setiap TPS di Indonesia.
Quick count atau perhitungan cepat juga dapat digunakan untuk meminimalisasi kecurangan saat pemilihan di TPS. Walaupun hasil quick count keluar lebih cepat dibandingkan dengan proses hitung manual, menurut Burhanuddin Muhtadi yang saat itu menjabat sebagai Direktur Komunikasi Publik Lembaga Survei Indonesia, data yang diambil tetap valid berdasarkan data yang ada di TPS.
“Sebab, data yang digunakan adalah data valid dari Kelompok Penyelenggaraan Pemungutan Suara,” ujar Burhanuddin Muhtadi pada 2019.
Pada Pilpres 2019, beberapa lembaga survei membuka data bagaimana cara mereka lakukan hitung cepat. Lembaga yang turut serta membongkar perhitungan cepatnya adalah Charta Politika, Indikator, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Saiful Mujani Research Center (SMRC) dan Poltracking. Selain itu, Lingkaran Survei Indonesia Denny JA, Indo Barometer, Cyrus Network, Populi Center dan Konsep Indonesia turut membuka data penghitungan cepat mereka.
Hal ini mereka lakukan atas dasar klarifikasi tuduhan Sandiaga Uno menuduh adanya manipulasi data yang dilakukan oleh lembaga survei untuk memenangkan pasangan Jokowi- Ma’ruf Amin pada pemilihan presiden 2019.
“Melalui ekspose data hari ini teman-teman bisa melihat bagaimana hitung cepat dan exit poll dilakukan,” kata Ketua Umum Persepi, Philip J. Vermonte, di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 20 April 2019.
Berikut adalah mekanisme perhitungan cepat atau Quick Count, dikutip dari Koran Tempo:
Pengumpulan Data
Dasar pengumpulan data yang dimiliki oleh lembaga hitung cepat adalah mengumpulkan data resmi mengenai jumlah populasi tempat pemungutan suara atau TPS. Dari data tersebut lembaga dapat menentukan sampel yang dapat merepresentasikan populasi dan metodologi yang akan digunakan.
DPT atau daftar pemilih tetap yang banyak menentukan sampel yang diambil di TPS tersebut proporsional atau tidak. Selain itu, Asep Saefuddin selaku Anggota Dewan Etik Persepi saat Pilpres 2019 mengatakan keacakan dalam penentuan sampel adalah hal yang krusial. “Dalam statistik, sampel yang diambil random secara teoritis tidak bias,” katanya.
Metode lainnya yang dilakukan oleh SMRC adalah dengan mengelompokan seluruh TPS berdasarkan pemilihan DPR dan status pedesaan-kota. Menurut Dudi Herlianto selaku peneliti SMRC, pengelompokan ini berguna untuk mengetahui perbedaan karakteristik desa dan kota. Jadi, pemilihan sampel secara acak harus terbagi secara proporsional di kedua karakteristik tersebut. Dengan begitu, hasil yang diperoleh akan lebih representatif.
Perekrutan dan Persiapan
Dua pekan sebelum hari pemilihan, lembaga survei merekrut tenaga kerja untuk mengerjakan beberapa pekerjaan meliputi bagian berikut
- Enumerator atau surveyor yang akan bertugas untuk mengumpulkan dan mengirimkan data hasil pemilu di setiap TPS yang terpilih. Pengiriman data biasanya dilakukan melalui aplikasi berbasis Android dan SMS.Surveyor juga biasanya melakukan exit poll atau wawancara pada para pemilih secara acak pada saat hari pemilihan untuk mengetahui gambaran demografi pemilihan di tempat tersebut.
- Spot Checker yang akan bertugas untuk memastikan data yang dikirimkan valid dan mengawasi enumerator bekerja dengan baik di lapangan. Terdapat sekitar 10 persen spot checker dari jumlah TPS yang dijadikan sampel
Validasi Data
Data yang dikirimkan akan diterima oleh pusat dan dilakukan verifikasi. Pusat lembaga akan memastikan nomor ponsel enumerator atau surveyor sudah terdaftar sebelumnya. Kemudian, memastikan kembali apakah jumlah suara lebih banyak dari daftar pemilih tetap atau tidak di TPS tersebut. Surveyor juga akan diminta untuk mengirimkan foto lembar catat hasil perhitungan suara di setiap TPS sampel dan ditandatangani oleh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara setempat.
Pengolahan data
Data akan diolah oleh pusat data menggunakan perangkat lunak dan disajikan secara realtime oleh lembaga survei.
Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu RI berharap lembaga survei penyelenggara quick count atau hitung cepat mengedepankan prinsip integritas, transparan, dan independen. Bawaslu pun mengingatkan kembali aturan norma perundang-undangan mengenai batasan bagi lembaga survei.
Hal tersebut diungkapkan anggota Bawaslu Puadi saat menghadiri peluncuran Asosiasi Peneliti Persepsi Publik Indonesia, seperti dikutip bawaslu.go.id, Kamis, 19 Januari 2023.
Puadi menjelaskan mengenai penghitungan cepat berdasarkan putusan MK nomor 9 Tahun 2009 dan 24 Tahun 2014 tersebut menunjukkan, pertimbangan hukum MK yang menyatakan tidak ada data yang akurat untuk menunjukkan bahwa quick count mengganggu ketertiban umum atau menimbulkan keresahan.
Menurutnya, dalam dua putusan MK tersebut harus diingat bahwa quick count bukanlah hasil resmi, namun masyarakat berhak mengetahui.
ADINDA ALYA IZDIHAR | M ROSSENO AJI | L RATNANING ASIH
Pilihan Editor: Bawaslu Ingatkan Batasan Lembaga Survei Penyelenggara Quick Count, Ini Katanya